tentang zakat
perusahaan
Zakat perusahaan adalah zakat perniagaan dengan menghitung aktiva lancar dikurangi dengan kewajiban yang dimiliki oleh perusahaan atau dalam konsep akuntansinya berdasarkan pada neraca bukan laba rugi.
Ambillah zakat dari harta mereka (guna) menyucikan dan membersihkan mereka, dan doakanlah mereka karena sesungguhnya doamu adalah ketenteraman bagi mereka Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (QS. at-Taubah:103)
dasar & landasan
a. Pendahuluan Islam memberi perhatian pada muamalah keuangan dan ekonomi dengan sistem perserikatan, karena di dalamnya terdapat kebaikan, pertumbuhan dan keberkahan. Di dalam sebuah hadits qudsi yang diriwayatkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dari Allah disebutkan: Artinya: “Aku adalah yang ketiga diantara dua orang yang berserikat selama salah satu dari mereka tidak mengkhianati yang lain. Jika salah seorang dari mereka mengkhianati temannya, aku keluar dari (perserikatan) mereka.” (HR. Abu Dawud dari Abu Hurairah) Islam mengandung hukum-hukum fikih yang mengatur akad dan muamalah dalam sebuah perusahaan termasuk terkait perhitungan zakat bagi perusahaan yang wajib mereka keluarkan. b. Perusahaan dalam Khazanah Fikih Perusahaan atau yang biasa disebut sebagai perseroan adalah sebuah bentuk kerjasama antara dua orang atau lebih dalam bidang usaha bisnis dengan tujuan mencari profit (keuntungan). Sebagaimana dipahami, mencari keuntungan adalah suatu keniscayaan bagi manusia didalam kehidupan ini, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Definisi syirkah/perusahaan dalam fikih Islam adalah penyertaan modal, bekerja sama dan berbagi untung rugi sesuai dengan kesepakatan bersama. Keberadaan syirkah dalam khazanah fikih telah disyariatkan baik dari dalil Alquran, sunnah maupun ijma’. Firman Allah: Artinya: “Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan amat sedikitlah mereka ini.” (QS. Shad/38: 24) Demikian para ulama juga telah bersepakat tentang disyariatkannya syirkah secara umum dengan berbagai ragam dan model. c. Jenis Perusahaan dalam Khazanah Fikih Berbagai kitab fikih klasik menyebut ada beberapa jenis dan model syirkah, diantaranya: 1. Syirkah ‘Inan yaitu kesepakatan antara dua orang atau lebih, dimana masing-masing akan menyertakan sejumlah uang dan ikut andil dalam melakukan pekerjaan, dimana mereka akan membagi keuntungan dan kerugian sesuai dengan apa yang mereka sepakati. Dalam jenis ini tidak disyaratkan kesamaan modal, pekerjaan, laba, ataupun kerugian. 2. Syirkah mufawadhah yaitu sebuah akad kesepakatan diantara dua orang atau lebih, dimana masing-masing akan menyertakan sejumlah uang dan ikut andil dalam melakukan pekerjaan, dimana mereka akan membagi keuntungan dan kerugian sama besar. Dalam hal ini disyaratkan adanya kesamaan dalam modal, pekerjaan, laba dan kerugian. 3. Syirkah Wujuh yaitu kesepakatan antara dua orang atau lebih, dari para pelaku bisnis yang memiliki reputasi yang baik, kedudukan yang terhormat dan kemampuan untuk mengelola barang-barang dengan baik. Mereka sepakat untuk membeli barang-barang secara kredit dari beberapa firma atau perusahaan dengan modal reputasi dan pengalaman mereka, lalu menjualnya secara tunai. Pemilik barang akan memperoleh harga barangnya secara penuh tanpa ditambah atau dikurangi dan juga tanpa melihat keuntungan ataupun kerugian dari hasil penjualannya. Lalu mereka membagikan keuntungan atau kerugian diantara mereka sesuai dengan kesepakatan. Dengan demikian, jenis syirkah ini tidak membutuhkan modal, karena ia berdasarkan pada kepercayaan. 4. Syirkah A’mal yaitu kesepakatan antara dua orang untuk menerima suatu pekerjaan, dan upah dari pekerjaan itu dibagi diantara mereka sesuai dengan kesepakatan.6 Maka bisa saja dua orang sepakat melakukan satu pekerjaan yang sama ataupun berbeda, dimana mereka bersama-sama melakukan suatu pekerjaan yang tidak membutuhkan modal besar, lalu mereka membagi pemasukan yang mereka peroleh dari pekerjaan-pekerjaan tersebut sesuai dengan kesepakatan yang mereka buat. Jenis syirkah ini terkadang juga disebut syirkah abdan, atau syirkah shana’i’. 5. Syirkah Mudharabah. Para fuqaha berbeda pendapat dalam menentukan hukum fikih untuk syirkah mudharabah. Ada yang berpendapat bahwa ia termasuk syirkah seperti Hanabilah.7 Ada pula yang tidak menggolongkannya sebagai syirkah, namun termasuk ijarah. Syirkah Mudharabah adalah akad kesepakatan antara dua orang, dimana orang pertama memberikan uang kepada orang kedua untuk digunakan berdagang, dan mendapatkan bagian yang besar dari keuntungannya. Orang kedua disebut mudharib atau orang yang melakukan pekerjaan. Orang kedua menggunakan dan mengelola uang itu sebagai seorang wakil. Mereka berdua membagi keuntungan yang dianugerahkan Allah kepada mereka sesuai dengan kesepakatan. Adapun kerugiannya ditanggung oleh pemilik modal, sementara orang kedua merugi dari sisi tenaganya. Bisa dikatakan bahwa mudharabah adalah syirkah dalam bentuk khusus, karena ia juga memenuhi rukun-rukun akad syirkah. Berdasarkan telaah fikih, tidak terdapat larangan dalam mengembangkan model dan ragam syirkah seperti di atas. Hal ini memberi ruang munculnya model syirkah atau perusahaan baru yang berbeda dengan jenis-jenis syirkah yang telah disebutkan di atas, selama itu tidak bertentangan dengan hukum dan prinsip-prinsip syariat islam, dan akadnya memenuhi semua rukun dan syarat yang dibuat oleh para fuqaha. Artinya, syariat islam membolehkan perusaahaan saham (syirkah musahimah/ joint stock company), perusahaan induk (syirkah qabidhah/ holding company) dan perusahaan konsorsium (syirkah tabi’ah) dan perusahaan dengan multi nationality dan lintas benua. Begitu juga dengan perusahaan rekanan (syirkah asykhash/ partnership company) dan perusahaan kemitraan (syirkah muhashah/ particular partnership company) selama usahanya dilakukan dalam bidang yang halal dan baik, dan konsisten dengan hukum dan prinsip-prinsip syariat Islam di dalam semua muamalahnya. d. Karakteristik Perusahaan dalam Fikih Islam Di dalam konsep dan sistem Islam, Shahatah menyatakan sebuah perusahaan dikatakan sesuai syariat apabila memenuhi unsur-unsur dibawah ini: 1. Tujuan utama dari pendirian perusahaan adalah untuk memperoleh keuntungan yang halal dan baik. Selain mewujudkan pertumbuhan dan pertambahan pada modal, perusahaan juga mempunyai tujuan bagi kemaslahatan kehidupan bumi, dapat membiayai kebutuhan pokok, dan membantu dalam beribadah kepada Allah. Ia juga bertujuan untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi dan sosial bagi umat islam. 2. Terikat dengan nilai-nilai akhlak yang baik dan perilaku yang lurus dalam semua muamalah dan sikap. Karena di dalam itu terdapat bentuk ketaatan dan ibadah kepada Allah, juga salah satu sarana untuk memperoleh keuntungan, pertumbuhan dan pertambahan modal. 3. Aktivitas perusahaan hendaknya dilakukan dalam bidang yang halal dan baik, yang dapat memberikan manfaat dan kebaikan bagi para pemegang saham, mitra, pekerja, dan masyarakat. Karena sesungguhnya yang buruk itu tidak pernah sama dengan yang baik, meskipun yang buruk itu banyak. 4. Pemilihan mitra, pemegang saham, investor, dan pekerja berdasarkan profesionalitas, akhlak, pengalaman, dan kepandaian. Juga tidak mengabaikan faktor keimanan dan spiritualias karena hal ini dapat memberi keberkahan tersendiri bagi sebuah perusahaan. 5. Memberikan hak Allah di dalam harta, diantaranya: zakat, sedekah, dan hal-hal lain yang diwajibkan oleh syariat, demi terwujudnya pertumbuhan, keberkahan, dan kebersihan di dalam harta. 6. Memberikan hak masyarakat di dalam keuntungan, seperti pajak, dan Corporate Social Responsibility (CSR). Selain itu tidak boleh memakan harta orang lain dengan batil, atau dengan merampas hak-hak masyarakat. 7. Menulis dan mencatat semua akad, perjanjian, kesepakatan dan transaksi, demi menghindari adanya keraguan dan pertikaian. e. Dalil Kewajiban Zakat Perusahan Harta yang diinvestasikan di dalam syirkah dengan mengandalkan usaha manusia (pekerjaan) yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan dan pertumbuhan merupakan salah satu harta wajib zakat. Kewajiban tersebut berdasarkan pada penjelasan dalil-dalil di bawah ini: 1. Secara umum, harta yang berkembang dan harta yang bisa berkembang harus tunduk kepada zakat. Sebagaimana firman Allah: Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Taubah/9: 103) Begitu pula sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam kepada Muadz bin Jabal saat beliau mengutusnya sebagai wali ke Yaman: Artinya: “Sampaikan kepada mereka bahwa Allah mewajibkan atas mereka zakat yang diambil dari orang-orang kaya dan diberikan kepada orang-orang fakir diantara mereka.” (HR. Bukhari dan Muslim). Oleh karena itu, harta yang dikelola di perusahaan yang memilik objek berkembang, baik secara riil maupun estimasi tunduk kepada harta wajib zakat. 2. Rasulullah memerintahkan para sahabatnya untuk mengeluarkan zakat dari apa yang mereka persiapkan untuk jual beli(Urudh al-Tijarah). Sabda beliau: Artinya: “Pada unta ada zakatnya, pada kambing ada zakatnya, dan pada al-Bazzu ada zakatnya.” (HR. Bukhari, Muslim, dan Al-Hakim). Perkataan al-Bazzu di sini mempunyai makna apa saja yang disiapkan untuk jual beli, seperti kain, barang-barang, dan yang lainnya. Abu Dawud meriwayatkan dari Samurah bin Jundub Radhiyallahu Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam: Artinya: “Memerintahkan kami untuk mengeluarkan zakat dari apa-apa yang kami siapkan untuk dijual.” (HR. Abu Dawud). 3. Para fuqaha baik salaf maupun khalaf telah sepakat tentang wajibnya zakat pada harta yang diinvestasikan pada perdagangan atau yang semisalnya. Dari kalangan salaf misalnya Abu Ubaid berkata: Artinya: “Apabila tiba waktumu untuk mengeluarkan zakat, maka hitunglah uang atau barang-barang yang diperdagangkan dan hitung sesuai dengan nilai uangnya. Hitung pula piutangmu yang ada pada orang lain. Kemudian kurangi dengan hutangmu kepada orang lain, lalu keluarkan zakat dari hartamu yang tersisa.” Al-Zaila’i berkata: “Dan barang-barang dagangan yang telah mencapai nishab uang atau emas, zakatnya 2,5%.” Ibnu Qudamah juga berkata: Artinya:“Barang siapa yang memiliki barang untuk diperdagangkan, lalu tiba haulnya saat ia telah mencapai nishab, maka hitunglah di akhir haul, jika mencapai nishab keluarkan zakatnya, yaitu 2,5%. Dan kami mengetahui bahwa tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ahli ilmu tentang diperhitungkannya haul.” Pernyataan fuqaha salaf di atas menunjukan harta komoditas perdagangan wajib untuk dizakati. Sedangkan untuk aset tetap yang tidak dipersiapkan untuk jual beli, dan hanya untuk pemakaian pribadi, maka tidak ada kewajiban zakat di dalamnya. Adapun aset tetap yang disewakan kepada orang lain, maka penyewaan itu tunduk kepada zakat. Begitu pula fuqaha dari kalangan khalaf bersepakat tentang wajibnya zakat pada harta-harta yang diinvestasikan, baik pada sektor perdagangan maupun pada sektor industri. Yusuf Al-Qaradhawi (1973) dalam bukunya Fiqh al-Zakah menyatakan zakat wajib bagi para pedagang, baik secara personal maupun yang berserikat. Dalam hal ini, diriwayatkan dari Abu Dawud dengan sanadnya Qais bin Abi Gharazah: Artinya: “Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah berjalan melewati kami, dan beliau bersabda, “Wahai para pedagang, sesungguhnya jual beli itu diwarnai dengan perilaku sia-sia dan sumpah, maka bersihkan ia dengan zakat.” (HR. Abu Dawud). Hadits ini menegaskan tentang kebutuhan pedagang kepada proses pembersihan yang berkelanjutan dari noda-noda perniagaan. Maka jika pedagang telah mengeluarkan zakatnya, itu merupakan kafarat dari noda-noda yang mengotori perniagaannya. Dalam konteks ini, para fuqaha telah bersepakat tentang wajibnya zakat pada barang-barang dagangan (urudh tijarah). Barang-barang perdagangan yang ditujukan untuk dikembangkan dan mendapatkan keuntungan dikiaskan dengan hewan ternak yang dikembangbiakkan sehingga wajib zakat atasnya. Hanya saja masing-masing dizakati sesuai dengan jenisnya. Zakat perdagangan berdasarkan nilainya, sedangkan zakat hewan ternak berdasarkan jumlahnya. Keduanya memiliki kesamaan dalam pokok dasar kewajiban zakat. f. Ketentuan Hukum Zakat Perusahaan Para fuqaha berpendapat bahwa padanya (zakat perusahaan) berlaku pula hukum-hukum dan prinsip-prinsip yang sama dengan kewajiban zakat pada perseorangan. Hal tersebut berdasarkan argumentasi berikut: Pertama: Zakat Merupakan Kewajiban Prinsip Firman Allah: Artinya: Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Taubah/9: 60) Sabda Rasulullah kepada Muadz bin Jabal saat beliau mengutusnya ke Yaman: Artinya: “Sampaikan kepada mereka bahwa Allah mewajibkan atas mereka zakat yang diambil dari orang-orang kaya dan diberikan kepada orang-orang fakir diantara mereka.” (HR. Bukhari dan Muslim). Firman Allah: Artinya: “Jika mereka bertaubat, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui..” (QS. Al-Taubah/9: 11) Sabda Rasulullah: Artinya: “Islam dibangun di atas lima perkara; kesaksian bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, menunaikan shalat, membayar zakat, berpuasa Ramadhan, dan menunaikan haji ke Baitullah bagi siapa yang mampu.” (HR. Bukhari dan Muslim). Rasulullah pernah membai’at orang yang masuk Islam untuk menunaikan kewajiban zakatnya. Beliau bersabda: Artinya:“Sesungguhnya kesempurnaan islam kalian adlah dengan mengeluarkan zakat harta kalian.” (HR. Al-Bazzar). Dengan statusnya sebagai prinsip beragama, maka siapa saja yang mengingkarinya berarti ia telah mengingkari kewajiban syariat dan dapat masuk pada kategori kafir. Adapun orang yang mengakuinya namun tidak menunaikannya, maka ia adalah seorang muslim yang bermaksiat. Kedua: Zakat Merupakan Ibadah Harta Zakat merupakan ibadah mahdhah yang memiliki dimensi dunia, yakni mensucikan harta; sebagaimana firman Allah: Artinya:“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka (jiwa dan hartanya) dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka.” (QS. Al-Taubah/90: 103) Zakat menandakan ketaatan seorang mukmin, sebagaimana firman Allah dan Sabda Rasul: Artinya:“Dan orang-orang yang menunaikan zakat.” (QS. Al-Mu’minun/23: 4) Artinya: “Dan sedekah adalah bukti.” (HR. Muslim) Maka, kejujuran iman, pengakuan atas rasa syukur kepada Allah ditandai dengan taatnya seorang hamba terhadap ibadah zakat. Bahkan bukan saja bagi yang sudah mukallaf, zakat diwajibkan juga kepada yang belum mukallaf sebagaimana sabda Rasulullah: Artinya: “Ketahuilah, barang siapa yang menjadi wali bagi anak yatim yang memiliki harta, hendaklah ia menggunakannya untuk berdagang atas nama anak itu, dan jangan ia membiarkannya sehingga harta itu dimakan oleh zakat.” (HR. Al-Tirmidzi). Ketiga: Zakat Sejatinya Mengembangkan Harta Allah berfirman: Artinya:“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).” (QS. Ar-Rum/30: 39) Rasulullah bersabda: Artinya: “Tidaklah harta akan berkurang karena sedekah.” (HR. Ahmad) Hal ini menegaskan bahwa jalan yang diberkahi untuk mengembangkan harta adalah dengan menunaikan zakat. Keempat: Zakat Merupakan Hak Para Mustahik Zakat bukanlah bersifat charity atau sukarela, dari orang kaya kepada orang miskin, namun zakat merupakan keharusan, haknya para mustahik. Allah berfirman: Artinya: “dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta),” (QS. Al-Ma’arij/70: 24-25) Begitu juga pesan Rasulullah kepada Muadz bin Jabal: Artinya: “Sampaikan kepada mereka bahwa Allah mewajibkan atas mereka zakat yang diambil dari orang-orang kaya dan diberikan kepada orang-orang fakir diantara mereka.” (HR. Bukhari dan Muslim). Kelima: Zakat Merupakan Tanggung Jawab Ulil amri (Penguasa) Diantara tugas penguasa/ pemerintah ditengah-tengah komunitas muslim adalah memberi fasilitas terbaik demi terkumpulnya dana zakat yang maksimal dan dapat meningkatkan kesejahteraan para mustahik. Baik dalam bentuk dukungan regulasi maupun dukungan iklim bagi terwujudnya pengolaan zakat yang terbaik. Sebagaimana firman Allah: Artinya: “(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.” (QS. Al-Hajj/22: 41) Khalifah Abu Bakar Shiddiq dalam kisahnya, pada saat beliau berkuasa, beliau sangat konsen dan tegas memberantas orang-orang yang enggan membayar zakat, dan ia berkata: Artinya: “Demi Allah, andai mereka enggan menunaikan seekor anak kambing yang dulu mereka tunaikan kepada Rasulullah, sungguh aku akan memerangi mereka karenanya.” (HR. Jamaah kecuali Ibnu Majah). Dengan demikian, antara tugas pemerintah dalam memfasilitasi pengelolaan zakat orang-orang kaya adalah dengan mengeluarkan regulasi khusus untuk perusahaan yang hendak menunaikan zakatnya secara benar, bahkan jika memungkinkan bersifat wajib. g. Ketentuan Hitungan Zakat Perusahaan Dewasa ini perputaran uang didominasi oleh para pelaku bisnis dan perdagangan melalui jenis dan model usaha yang beragam. Sebagai bagian dari sistem ekonomi Islam, jelas zakat memiliki kontrbusi yang sangat besar dalam mendekatkan jurang ekonomi. Hal ini lantaran zakat diwajibkan kepada pemilik harta dan didistribusikan kepada pihak yang kesusahan dan kekurangan. Atas prinsip inilah, sebagaimana zakat diwajibkan ke atas individu yang memiliki harta, maka zakat juga diwajibkan kepada perusahaan sebagai pusat berputarnya harta khususnya pada zaman modern saat ini. Beberapa perlakuan fikih yang perlu diperhatikan pada saat proses menghitung zakat perusahaan, diantaranya adalah: Pertama: Harta Shareholder Sebagaimana lazimnya bahwa harta perusahaan merupakan harta milik dua orang mitra atau lebih yang dikelola oleh satu manajemen. Kondisi demikian dinisbahkan bagai satu harta, karena adanya kesamaan dalam sifat dan kondisi, yakni kesamaan tujuan. Pada prakteknya harta masing-masing mitra (shareholder) harus dilihat secara detail, kapan dan berapa dari segi haulnya, takaran zakatnya, nishabnya, presentasenya, dan jumlahnya. Tatkala sudah diketahui berapa jumlah yang wajib dikeluarkan oleh masing-masing mitra mitra sesuai kepemilikan sahamnya (modal perusahaan). Setelahnya, manajemen perusahaanlah sebagai wali mempunyai kewajiban untuk mengurusnya. Kedua: Perusahaan Adalah Syakhsiyah I’tibariyah Dalam pandangan fikih, sebuah korporasi yang diibaratkan sebagai pribadi (Syakhsiyah I’tibariyah) atau satu orang. Maka zakat perusahaan layaknya dihitung sebagai satu kesatuan harta. Setelah itu dibagikan kepada semua mitra sesuai dengan saham mereka masing-masing pada modal perusahaan. Ketiga: Kewajiban Zakat Pada Mitra Kewajiban zakat hanya kepada para pemegang saham yang beragama Islam berdasarkan apa yang ia miliki di perusahaan adapun mitra atau pemegang saham non muslim, mereka tidak wajib zakat. Namun mereka bisa saja dibebankan bayaran lain sesuai dengan regulasi perusahaan yang berlaku. |
a. Prinsip Dasar Hitungan Zakat Perusahaan Prinsip-prinsip ini merupakan hasil adopsi dari bahasan fikih zakat untuk kemudian disajikan dalam sebuah standar laporan zakat perusahaan. Sebagaimana berikut: 1. Tahunan (perhaul): Bahwa penaggalan haul, awal dan akhir tahun sebuah harta tiap tahunnya harus jelas baik berdasarkan penanggalan hijriah ataupun masehi. Setiap perusahaan memilih tanggal tahunannya yang sesuai dengan kondisnya. 2. Independensi tahun zakat: Bahwa setiap tahunnya zakat memiliki awal dan akhir tersendiri dan terpisah dari tahun-tahun berikutnya. Hal ini karena tidak bolehnya mewajibkan dua zakat pada satu harta dalam tahun yang sama. Sebagaimana sabda Rasulullah: Artinya: “Tidak ada dua kali pembayaran dalam zakat.”(HR. Bukhari dan Muslim) 3. Adanya perkembangan harta: harta wajib zakat haruslah harta yang berkembang secara riil atau diperkirakan bisa berkembang jika diberi peluang untuk dikelola dan diinvestasikan. Berdasarkan ini, maka aset tetap dan yang semisalnya tidak termasuk kepada zakat, karena ia sebatas digunakan untuk pemakaian pribadi dan bukan untuk investasi ataupun perdagangan. Hanya pertumbuhan (laba dan pendapatan) yang lahir dari modal yang dianggap sebagai harta wajib zakat. 4. Nishab zakat dengan menggabungkan semua harta zakat: Bahwa harta-harta yang disiapkan untuk diperdagangkan, dianggap sebagai satu gabungan dan memiliki satu nishab. 5. Zakat dihitung dari harta bersih: bahwa harta wajib zakat haruslah harta yang telah dikurangi dari semua pengeluaran wajib, atau kewajiban lancar (current liabilities), lalu selisihnya disebut dengan takaran (wi’a) zakat. 6. Membebankan zakat kepada mitra (pemegang saham/pemilik modal). Zakat dibagi kepada mitra sesuai dengan kepemilikan modal. b. Perlakukan Zakat Pada Aset Perusahaan Identifikasi perlakuan zakat pada masing-masing aset perusahan adalah sebuah keharusan sebagai langkah awal pada saat membaca laporan neraca atau pada saat membaca kumpulan aset pada daftar keuangan perusahaan. Sebagaimana uraian berikut: Pertama: Aset Tetap (Fixed Assets) Maksudnya aset yang dimiliki untuk membantu dalam mengerjakan aktivitas perusahaan, dan bukan untuk dijual atau diinvestasikan. Seperti properti, alat-alat, mesin, mobil, perabot, barang-barang perlengkapan, dan yang sejenis. Dari sudut pandang zakat harta, aset ini tidak termasuk dalam harta zakat, karena tidak termasuk harta yang berkembang. Selain itu, penyusutan harganya juga tidak berdampak pada zakat, karena aset asalnya tidak tunduk kepada zakat. Kedua: Properti Investasi Maksudnya adalah aset tetap yang dimiliki dengan tujuan memperoleh pemasukan, bukan untuk digunakan atau dijual. Contohnya: properti yang disewakan kepada orang lain, kendaraan yang disewakan, sekuritas di anak perusahaan atau perusahaan afiliasi (sister company) yang dimiliki untuk memperoleh keuntungan dan bukan dalam bentuk mudharabah, serta surat-surat investasi yang dimiliki untuk memperoleh keuntungan. Dari sudut pandang zakat harta: Investasi ini tidak termasuk ke dalam harta zakat, melainkan hanya pemasukan yang diperolehnya selama satu haul yang wajib zakat. Ketiga: Aset Yang Sedang Dibuat(Assets On Progress) Maksudnya adalah proyek pembangunan beberapa aset yang harus dimiliki oleh perusahaan dengan status masih belum selesai. Dari sudut zakat harta dibedakan menjadi: 1. Aset yang sedang dibuat dan akan dijadikan sebagai aset tetap guna menyokong pelaksanaan aktivitas perusahaan. Jenis ini tidak termasuk ke dalam harta zakat. 2. Aset yang sedang dibuat dan akan dijadikan sebagai barang dagangan. Jenis ini termasuk dalam harta zakat setelah mendapat kepastian dari ahli tentang berapa nilai pastinya. Keempat: Beban Dibayar Dimuka Maksudnya biaya yang dikeluarkan untuk pendirian perusahaan, kajian-kajian, uji coba, biaya promosi dan lainnya. Dari sudut pandang zakat harta, biaya-biaya ini tidak termasuk dalam harta zakat karena ia bukan harta yang berkembang. Kelima: Persediaan Barang Dagangan (Inventory) Persediaan barang dagangan yaitu barang dagangan dan sejenisnya yang siap untuk diperjualbelikan, termasuk: (1) barang yang telah siap dijual; (2) barang yang sedang diproduksi dan masih membutuhkan beberapa pekerjaan sampai ia menjadi sempurna; dan (3) bahan baku awal yang akan digunakan untuk proses produksi. Dari sudut pandang zakat harta, barang-barang ini termasuk dalam harta zakat, karena ia berkembang dan disiapkan untuk perdagangan. Keenam: Letter of Credit Maksudnya biaya yang dibayarkan ke bank untuk membuka kredit guna membeli alat-alat, atau perlengkapan, atau spare part, atau barang-barang atau bahan baku dari luar. Menurut perlakuan umum akuntansi, biaya-biaya ini dimasukkan ke dalam kumpulan aset lancar. Dari sudut pandang zakat harta, jika kredit ini untuk membeli aset tetap atau spare part atau yang sejenisnya, maka ia tidak termasuk harta zakat, karena ia mengambil hukum yang sama dengannya. Adapun jika kredit ini untuk membeli barang atau bahan baku atau yang sejenisnya, maka ia termasuk dalam harta zakat. Ketujuh: Piutang Maksudnya piutang di tangan orang lain, yang berasal dari berbagai macam transaksi dengan perusahaan. Contohnya: piutang yang akan kembali, pinjaman, monetary trust. Dari sudut pandang zakat harta, dibedakan menjadi: 1. Piutang yang diharapkan dapat kembali– termasuk harta zakat berdasarkan nilainya yang terdaftar berdasarkan perjanjian. 2. Piutang yang diragukan dapat kembali, tidak termasuk harta zakat karena ia kehilangan syarat adanya kepemilikan yang sempurna. Jika kelak piutang yang diragukan ini dikembalikan, maka ia akan berpengaruh pada uang yang ada selama satu haul, dan wajib dikeluarkan zakatnya. Kedelapan: Wesel Tagih (Notes Receivable) dan Cek Mundur Maksudnya adalah surat berharga komersial (Commercial Paper) dan cek mundur yang ditarik untuk pihak ketiga (drawee). Dari sudut pandang zakat harta, dibedakan yaitu: 1. Wesel tagih yang diharapkan dapat kembali– ini termasuk harta zakat berdasarkan nilainya yang terdaftar dan ditandatangani oleh pihak ketiga (drawee). 2. Piutang yang tidak diharapkan dapat kembali (diragukan), ini tidak termasuk harta zakat karena ia kehilangan syarat adanya kepemilikan yang sempurna. Kesembilan: Investasi Jangka Pendek Maksudnya investasi keuangan yang dilakukan oleh perusahaan saat adanya liquidity excess jangka pendek dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan dari aktivitas mudharabah atau dari aktivitas investasi pada lembaga-lembaga keuangan. Diantara contoh dari investasi jangka pendek ini adalah: 1. Sekuritas (saham, obligasi dan sukuk). 2. Sukuk investasi yang diterbitkan oleh bank dan tabung-tabung investasi. 3. Sertifikat investasi yang diterbitkan oleh bank dan tabung-tabung investasi. 4. Bentuk-bentuk sekuritas lain yang sejenis. Ciri khas dari investasi ini adalah berjangka pendek dan berjalan sehingga bisa dicairkan saat dibutuhkan. Dari sudut pandang zakat harta, aset ini merupakan harta wajib zakat yang dinilai berdasarkan nilai pasarnya pada akhir haul saat tiba waktu untuk mengeluarkan zakat, ditambah dengan keuntungan yang didapat. Jika bagi hasilnya mengandung uang yang tidak sesuai syariat karena riba, maka itu harus dipisahkan dan disalurkan untuk fasilitas umum seperti jalan, jembatan, atau jamban. Kesepuluh: Jaminan Pihak Ketiga Maksudnya uang yang ada pada pihak ketiga baik pemerintah atau lembaga dan perusahaan sebagai jaminan. Dana ini tidak bisa ditarik kecuali setelah selesainya tujuan dari pembayarannya. Hukumnya sama dengan harta yang terikat atau tertahan. Dari sudut pandang zakat harta, ini tidak termasuk harta zakat karena hukumnya sama dengan harta yang terikat atau tertahan. Namun, pada saat harta tersebut bisa didapatkan, maka menjadi wajib zakat jika sudah satu haul. Kesebelas: Kas di Bank Maksudnya sejumlah uang yang disetorkan di bank sampai adanya permintaan. Sebagai contoh: transaksi berjalan, deposito berjangka, rekening investasi, rekening tabungan, dan yang lainnya. Bank-bank konvensional biasanya memberi bunga atau bagi hasil untuk sebagian dana ini. Sementara bank-bank syariat memberinya bagian dari keuntungan yang riil. Dari sudut pandang zakat harta, dana-dana ini termasuk dalam harta zakat berdasarkan jumlah riilnya pada akhir haul. Dan apabila ia mengandung bunga riba, maka harus dipisahkan dan disalurkan untuk amal sosial, namun bukan dengan niat sedekah, dan tidak pula dimasukkan ke dalam harta zakat. Namun apabila ia mengandung keuntungan yang halal, maka harus ditambahkan kepada dana awal dan kemudian dikeluarkan zakatnya secara keseluruhan. Keduabelas: Petty Cash Maksudnya dana yang disimpan oleh perusahaan dalam bentuk likuiditas untuk digunakan saat kebutuhan mendesak dan kebutuhan kecil, pengecekannya dilakukan pada akhir haul. Pencatatan petty cash dimasukkan ke dalam item uang tunai di box, di bawah kategori aset lancar. Dari sudut pandang zakat harta, dana ini termasuk harta zakat berdasarkan pada pengecekan aktual di akhir haul. Jika ditemukan mata uang asing, maka harus ditukarkan kepada mata uang setempat berdasarkan nilai tukar diakhir haul. Jika ditemukan uang emas atau perak, maka ditukar kepada uang tunai berdasarkan nilai pasar yang berlaku saat haul zakat. c. Perlakuan Zakat Pada Liabilitas Perusahaan Sesuai dengan hukum zakat perdagangan, liabilitas harus dikeluarkan dari harta wajib zakat. Para fuqaha telah menetapkan beberapa syarat yang wajib dipenuhi dalam menyikapi liabilitas perusahaan, diantaranya adalah: 1. Liabilitas haruslah sesuai syariat, dalam arti bahwa karena sebab yang sesuai dengan hukum dan prinsip-prinsip syariat. 2. Liabilitas harus berjangka pendek dan harus dibayarkan pada rentang satu haul (tahun). 3. Sah (legal secara hukum) dan bukan dibuat-buat atau sekedar formalitas. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menyikapi beberapa jenis liabilitas perusahaan, antara lain: Pertama: Liabilitas Jangka Panjang Berupa utang jangka panjang yang diperoleh perusahaan untuk mendanai pembelian aset tetap dan aset lancar. Hal ini muncul dalam kumpulan utang tetap, biasanya pembayarannya disepakati secara bertahap. Dari sudut pandang zakat harta: yang dikurangi hanyalah bagian yang harus dibayarkan dari harta zakat pada setiap periode tahunnya saja. Kedua: Wesel Bayar Berupa surat berharga komersial (Commercial Paper) dan cek mundur yang ditarik untuk perusahaan, biasanya berjangka pendek. Dari sudut pandang zakat harta, liabilitas ini dikurangi dari harta zakat saat berada pada masa jatuh tempo. Ketiga: Pendapatan Diterima Dimuka Maksudnya dana yang dibayarkan oleh para agen sebagai jaminan atau pembayaran di muka, dengan tujuan mensuplay barang atau memberikan layanan kepada mereka. Dan dari sudut pandang zakat harta, hal ini merupakan bagian yang harus dikurangi dari harta zakat. Keempat: Utang Transaksi Berjalan Merupakan dana milik pihak lain yang timbul karena berbagai transaksi, baik itu kepada individu, perusahaan, lembaga, maupun instansi pemerintah. Dari sudut pandang zakat harta: utang pada transaksi berjalan termasuk liabilitas yang wajib dikurangi dari harta zakat. Kelima: Beban Terutang Merupakan dana yang harus dibayar perusahaan sebagai imbalan atas layanan yang diberikan kepada perusahaan dan belum dibayar sampai akhir tahun zakat. Dari sudut pandang zakat harta: beban terutang ini dianggap sebagai liabilitas jangka pendek yang harus dibayar segera, dan termasuk yang wajib dikurangi dari harta zakat. Keenam: Apropriasi Merupakan liabilitas yang harus dibayarkan oleh perusahaan, namun belum ditentukan nilainya secara spesifik. Contohnya adalah: apropriasi untuk pajak, kompensasi, denda, pembayaran karena tidak ada layanan, dan sebagainya. Dari sudut pandang zakat harta: bagian yang harus segera dibayarkan pada tahun berikutnya dianggap sebagai liabilitas yang harus dikurangi dari harta zakat, dengan syarat liabilitas ini bersifat wajar. Ketujuh: Hak Kepemilikan Merupakan nilai bersih yang dimiliki mitra dalam sebuah perusahaan. Diantara elemen-elemen ini adalah: 1. Modal 2. Cadangan 3. Keuntungan yang tidak dibagi Dari sudut pandang zakat harta, harta kepemilikan tidak dianggap sebagai bagian dari liabilitas perusahaan, sehingga ia tidak berpengaruh kepada takaran zakat. d. Pemilihan Metode Kepemilikan Modal Terdapat berbagai metode untuk menghitung zakat pada sebuah perusahaan diantaranya adalah metode income dan kepemilikan modal. Pada buku ini penulis lebih memilih metode kepemilikan modal oleh karena baik dari sudut pandang fikih, juga dari sudut pandang akuntansi zakat lebih mudah untuk diaplikasikan. e. Penentuan Berdasarkan Kepemilikan Modal Pada perusahaan join saham (joint stock company), maka pembagian jumlah zakat yang wajib dikeluarkan dilakukan berdasarkan jumlah saham. Dalam prakteknya terdapat dua kondisi, yaitu: Pertama: Para pemegang saham menyerahkan kepada manajemen perusahaan untuk mewakili mereka dalam membayarkannya. Lalu dibebankan kepada transaksi berjalan mereka sebagai penarikan. Kedua: Tidak menyerahkan kepada perusahaan melainkan para pemegang saham sendirilah yang membayar zakatnya secara mandiri. Dalam kondisi ini, mereka diberitahu oleh manajemen tentang bagian dari masing-masing. |
a. Menghitung Zakat Perusahaan Langkah yang perlu dilakukan pada saat menghitung zakat perusahaan, antara lain: Pertama: Menentukan tanggal tibanya haul: yaitu tanggal yang dipilih untuk menghitung zakat. Haul ini harus memiliki awal dan akhir, yang jarak waktunya adalah 12 bulan. Tanggal ini bisa ditentukan berdasarkan penanggalan hijriah ataupun masehi. Pada tanggal yang menjadi akhir dari satu haul, disiapkan transaksi penutup dan juga neraca laporan keuangan. Kedua: Menentukan dan mengukur harta zakat: yaitu analisis harta mana yang memenuhi syarat wajib zakat dan yang tidak. Adapun informasinya diambil dari kumpulan aset lancar yang ada di neraca umum atau di pusat keuangan. Ketiga: Menentukan dan mengukur liabiltas yang harus dibayarkan oleh perusahaan di akhir haul, yang tentunya harus dikurangi dari harta zakat sesuai dengn hukum, prinsip, dan dasar-dasar yang telah dijelaskan. Informasi ini diambil dari kumpulan kewajiban lancar (current liabilities) di laporan neraca umum atau di pusat keuangan. Keempat: Mengukur takaran (wi’a) zakat; dengan cara mengurangi semua liabilitas yang harus dibayar. Kelima: Menentukan dan mengukur jumlah nishab. Ijma’ para fuqaha klasik dan kontemporer jumlahnya setara dengan 85 gram emas murni, dinilai berdasarkan harga emas di pasar pada saat jatuhnya haul. Keenam: Menentukan persentase zakat, berupa jumlah yang diambil dari takaran zakat. Ijma’ para fuqaha klasik dan kontemporer jumlahnya adalah 2,5% berdasarkan penanggalan hijriah atau 2,575% berdasarkan penanggalan masehi. Ketujuh: Menghitung jumlah zakat yang wajib dikeluarkan dengan cara mengalikan takaran zakat dengan persentase zakat. Kedelapan: Menentukan beberapa hal: a. Pada perusahaan rekanan (Partnership Company) seperti perusahaan rekanan umum (General Partnership Company) dan Perseroan terbatas (Limited Partnership Company) setiap mitra/pemegang saham akan menanggung bagian zakatnya masing-masing yang difasilitasi manajemen. Dimana mereka akan mendapat pemberitahuan dari manajemen. b. Pada perusahaan join saham (Joint Stock Company), ditanggung oleh para pemilik saham. Dimana jumlah zakat dibagi sesuai dengan jumlah saham. Para pemegang saham akan diberitahu tentang hal ini oleh manajemen, sedangkan proses zakatnya dilakukan oleh masing-masing pemegang saham. b. Contoh Laporan Zakat Perusahaan Untuk diserahkan kepada instansi pemerintah, lembaga zakat atau pihak-pihak yang berkepentingan lainnya. Biasanya diterbitkan bersamaan dengan laporan keuangan perusahaan dalam bentuk sebagai berikut: Contoh Laporan Zakat Dari Haul yang Berakhir pada Tanggal: / / H (1) Informasi Umum Nama perusahaan: Alamat: Jenis Aktivitas: Periode Keuangan dari ../../.. H sampai ../../..H Informasi lainnya: (2) Keterangan dan Informasi tentang Zakat Total harta zakat sejumlah: Total liabilitas yang harus dibayar sejumlah: Takaran zakat sejumlah: Nishab zakat sebesar: Bagian rekan............ dari zakat sebesar: Bagian rekan............ dari zakat sebesar: Bagian saham............ dari zakat sebesar: Tanggal penyiapan laporan: / / H Akuntan Zakat |
a. Zakat Perusahaan Perdagangan Sebagaimana lazimnya perusahaan perdagangan melakukan aktivitas jual beli dengan tujuan memperoleh keuntungan. Maka berlaku baginya hukum fikih sebagaimana berikut: 1. Zakatnya dihitung pertahun. 2. Tidak wajib zakat pada aset tetap untuk penunjang usaha, baik yang bersifat materi maupun non materi. 3. Harta zakat pada aset lancar seperti barang-barang, piutang, wesel tagih, investasi, dan uang tunai di bank. 4. Penilaian terhadap harta zakat adalah berdasarkan nilai pasar yang sedang berlaku. 5. Liabilitas yang harus segera dibayarkan dalam jangka pendek wajib dikurangi dari harta zakat. 6. Nishab zakat setara dengan 85 Gram emas murni. 7. Persentase zakat adalah 2,5 berdasarkan penanggalan hijriah, dan 2,575 berdasarkan penanggalan masehi. 8. Zakat dibagi setelah dihitung nilainya untuk masing-masing rekan pada perusahaan rekanan, dan bagian saham pada perusahaan join saham. Contoh Ilustratif Laporan Penghitungan Zakat Perusahaan Dagang – dalam USD Tabel Oleh karena perusahaan industri melibatkan bahan baku, pekerjaan, alat-alat, perlengkapan dan sejenisnya. Kemudian jenis perusahaan ini juga menjual produk-produknya di pasar dan mendapatkan keuntungan. Karena itulah dalam menghitung zakatnya pun dengan menggabungkan antara produksi dan perdagangan. Hal yang perlu diperhatikan: 1. Aset tetap yang digunakan di dalam produksi. Aset-aset ini tidak wajib zakat. 2. Harta zakat pada barang-barang, piutang, investasi, uang tunai, dengan syarat: a. Produk yang telah sempurna berdasarkan nilai pasarnya saat keluar dari pabrik. b. Produk yang dalam proses produksi (belum sempurna) berdasarkan opini ahli, sesuai dengan kondisinya saat itu. c. Bahan baku dan yang sejenisnya dinilai berdasarkan nilai pasar secara keseluruhan. d. Zakat tidak wajib pada peralatan produksi yang digunakan, seperti minyak pelumas dan alat-alat kebersihan. e. Zakat tidak wajib pada barang yang telah rusak dan tidak bisa dijual. Biaya-biaya yang digunakan seperti: biaya penelitian, kajian, percobaan dan yang sejenisnya yang digunakan sebelum memulai proses produksi tidak tunduk kepada zakat. Laporan Penghitungan Zakat Perusahaan Industri Perusahaan Industri – Dalam USD Tabel Perusahaan konstruksi dan investasi properti biasanya menjalankan bisnisnya dengan membeli tanah lalu kemudian membangun bangunan, unit-unit pemukiman, kawasan bisnis, kawasan perkantoran dan sebagainya. Setelah itu lalu menjualnya guna memperoleh keuntungan. Untuk itu, diterapkan atasnya hukum-hukum zakat perdagangan dan juga industri. Hal-hal yang perlu diperhatikan: 1. Aset tetap yang mensupport pembangunan ini tidak tunduk kepada harta zakat. 2. Harta zakat terletak pada produksi yang telah sempurna, yang sedang dikerjakan, bahan baku, piutang dan uang tunai sebagaimana berikut: a. Unit-unit yang telah selesai dibangun dan belum terjual, dinilai berdasarkan nilai pasarnya saat itu. b. Unit-unit yang telah selesai dibangun dan belum terjual, dinilai berdasarkan harga jualnya pada saat itu. c. Unit-unit yang belum selesai dibangun, dinilai berdasarkan nilainya saat itu, sesuai dengan kondisinya, berdasarkan keterangan ahli. d. Konstruksi bahan baku, bahan bangunan dan sejenisnya didasarkan pada nilai pasarnya. e. Zakat tidak wajib pada jaminan penawaran, tender, dan pekerjaan karena ia merupakan harta yang terikat dan tertahan. f. Diantara liabilitas yang harus dipotong dari harta zakat adalah uang muka yang diberikan oleh kostumer yang belum menerima unit properti mereka. Begitupula dengan hutang, wesel bayar, pengeluaran-pengeluaran wajib, uang yang dikhususkan sebagai cadangan ketika adanya kenaikan harga, dan yang sejenisnya. Contoh Laporan Zakat Perusahaan Konstruksi dan Investasi Properti Aktivitas usaha pertanian biasanya dilakukan dalam bentuk budidaya tanaman/hewan ternak yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan daripadanya. Pada perusahaan ini diterapkan zakat pertanian dan buah buahan hasil buminya. Diantara hal penting untuk diperhatikan pada aktivitas usaha pertanian adalah sebagai berikut: 1. Tidak wajib zakat pada nilai tanah yang dimanfaatkan untuk pertanian. 2. Zakat tidak wajib pada properti yang dibangun, alat-alat, mesin, peralatan, mobil, perabot, dan semua hal yang terdapat di lahan pertanian karena termasuk aset tetap. 3. Harta zakat pada musim panen terdapat pada nilai hasil bumi yang dinilai berdasarkan nilai pasar penjualannya. 4. Biaya dan pengeluaran yang berkaitan dengan lahan pertanian selama musim menanam, menjadi pengurang harta zakat. 5. Nishab zakat pertanian dan buah-buahan senilai dengan 5 ausuq, yang setara dengan 653 Kg, atau 50 Kilah, yang dinilai berdasarkan harga yang berlaku saat mengeluarkan zakat. 6. Persentase zakat pertanian dan buah-buahan adalah: jika pertaniannya diairi dengan alat dan sumur mesin atau yang sejenisnya: 5%. Contoh Ilustratif Laporan Penghitungan Zakat Hasil Pertanian – Dalam USD Tabel Aktivitas layanan kesehatan seperti rumah sakit dianggap sebagai aktivitas investasi modern yang banyak dilakukan, bertujuan untuk mendapatkan keuntungan. Biasanya, rumah sakit besar berbentuk perusahaan join saham. Antara hal yang harus diperhatikan pada perusahaan kesehatan/rumah sakit: 1. Zakat tidak wajib pada aset-aset tetap rumah sakit. 2. Zakat tidak wajib pada keperluan dan peralatan keperawatan. 3. Takaran zakat pada perusahaan jenis ini adalah selisih antara pemasukan total tahunan dan pengeluaran tahunan rumah sakit. Dihitung dengan cara: Takaran zakat = pemasukan tahunan – (biaya dan pengeluaran) 4. Nishab zakat rumah sakit adalah nishab perdagangan dan industri, yakni setara dengan 85 Gram emas murni. 5. Persentase zakat rumah sakit adalah 2,5% berdasarkan penanggalan hijriah, dikiaskan dengan zakat perdagangan. Contoh Aplikatif Laporan Penghitungan Zakat Rumah Sakit – Dalam USD Tabel f. Zakat Perusahaan Lembaga Keuangan Lembaga keuangan islam seperti bank syariat dan perusahaan investasi syariat dianggap sebagai lahan investasi terpenting pada zaman ini. Pada umumnya berbentuk perusahaan join saham atau perusahaan terbatas. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada hitungan zakat perusahaan ini, diantaranya: 1. Zakat dihitung pertahun pada akhir haul (berdasarkan haul). 2. Zakat tidak wajib pada aset tetap seperti properti, perabot, mobil, mesin, alat-alat perkakas dan aset tetap lainnya. 3. Harta zakat terdiri atas kas tunai dan setara kas yang tersimpan di bank juga yang ada pada bank afiliasi. Ditambah dengan pertembahan nilai investasi berdasarkan harga pasar, piutang dan akun berjalan pada pihak lain. Harta zakat kemudian dikurangi dengan liabilitas kepada pihak lain seperti hutang lancar kepada deposan, investasi kepada pelanggan, piutang kepada bank sentral dan hutang lancar lainnya. Harta zakat bersihnya dihitung dengan cara berikut: 1. Takaran zakat = harta zakat – liabilitas dan kewajiban 2. Nishab zakat lembaga keuangan Islam adalah setara dengan 85 Gram emas murni. 3. Persentase zakat lembaga keuangan Islam adalah 2,5% dengan penanggalan hijriah. 4. Penghitungan jumlah zakat dilakukan dengan mengalikan takaran zakat dengan persentase zakat. 5. Zakat dibagikan sesuai dengan kepemilikan jumlah saham. Contoh Ilustratif Laporan Penghitungan Zakat Bank Islam – Dalam USD Tabel Para era modern seperti saat ini, sangat banyak perusahaan-perusahaan investasi bermunculan, biasanya mengambil bentuk tabung investasi (reksadana). Reksadana ini mengumpulkan dana dalam bentuk sukuk atau saham kemudian mengelolanya dalam bentuk proyek-proyek investasi beragam lainnya. Tabung ini menerapkan prinsip percampuran dan artificial person yang independen. Maksudnya harta para mitra yang ada dalam tabung sebagai harta satu orang dari sisi haul, takaran dan nishab. Dari sudut zakat harta, perusahaan investasi Syariat tunduk kepada zakat. Beberapa hal yang harus dierhatikan adalah sebagai berikut: 1. Artificial person yang independen pada tabung investasi. 2. Zakat dihitung pertahun berdasarkan haul. 3. Harta zakat pada investasi-investasi yang dinilai berdasarkan nilai pasar. 4. Liabilitas yang harus dikurangi dari harta zakat adalah hutang, wesel bayar, akun hutang lancar, dan pengeluaran-pengeluaran yang harus dikeluarkan. 5. Nishab zakatnya setara dengan 85 Gram emas murni berdasarkan harga per gram emas saat tibanya haul. 6. Persentase zakat adalah 2,5% dengan penanggalan hijriah. Contoh Laporan Zakat Tabung Investasi Syariat – Dalam USD Tabel |
a. Hitungan Zakat Para Investor Pertanyaan: Bagaimana menghitung zakat dari harta yang diberikan kepada salahsatu perusahaan untuk dikelola, namun bukan sebagai penyertaan modal (musyarakah)? Jawaban: Terkadang sebagian orang memberikan simpanan uang mereka kepada salah satu perusahaan agar dapat digunakan dalam kegiatan-kegiatannya yang beragam dengan sistem musyarakah di dalam keuntungan dan kerugian. Dalam kondisi ini, perusahaan menyiapkan laporan keuangannya dan mengetahui keuntungan atau kerugian dari dana yang dikelolanya. Dan kemudian memberitahukannya kepada pemilik dana, yang kemudian menghitung zakatnya pada dana pokok ditambah dengan keuntungan yang diperolehnya, atau dikurangi dengan kerugian yang ditanggungnya. Jika diasumsikan bahwa dana pokok yang diinvestasikan adalah: 10,000 USD Jika diasumsikan bahwa keuntungannya pada akhir haul adalah: 2,000 USD Maka takaran zakatnya adalah: 12,000 USD Dengan demikian, maka jumlah zakatnya adalah: 12,000 x 2,5%= 300 USD. Jika pemilik investasi itu memiliki harta lain yang diperdagangkan atau uang tunai lainnya, maka ia juga harus menambahkannya kepada dana yang dikelola berikut keuntungannya, lalu dihitung keseluruhan. b. Hitungan Zakat Harta Campuran Pertanyaan: Bagaimanakah zakat perusahaan campuran dimana non muslim ikut serta di dalamnya? Jawaban: Zakat hanya diwajibkan atas muslim. Contoh ilustratif dalam angka: Jika diasumsikan bahwa takaran zakat yang mencapai 120,000 USD Dan bagian dari rekan non muslim di dalam takaran zakat adalah 25% Maka bagian dari rekan yang muslim di dalam takaran zakat adalah 75% Jika diasumsikan bahwa jumlah keuntungan yang masuk ke dalam takaran zakat adalah sebesar 20,000 USD, dan bagian dari rekan non muslim di dalamnya adalah 25% atau 5,000 USD, maka bagian dari rekan yang muslim adalah 75% yakni 15,000 USD. Dihitung sebagai berikut: Zakat bagi rekan yang muslim dihitung sebagai berikut: Takaran zakat bagi muslim = 120,000 x 75% = 90,000 USD Jumlah zakat bagi muslim = 90,000 x 2,5% = 2,250 USD Sedangkan untuk dana sosial (berdasarkan regulasi) bagi non muslim, dihitung sebagai berikut: Bagian keuntungannya = 5000 USD Jika diasumsikan bahwa persentase bebannya adalah 20% Maka jumlah bebannya adalah = 5000 x 20% = 1000 c. Perusahaan Mengalami Kerugian Pertanyaan: Apakah perusahaan yang merugi wajib zakat? Bagaimana cara perhitungannya? Jawaban: Terkadang ada tahun dimana perusahaan mengalami kerugian. Lalu para rekan mengira bahwa karena perusahaan tidak menghasilkan keuntungan maka tidak wajib zakat. Sejatinya tidak demikian, oleh karena zakat wajib atas harta, baik ia mengandung keuntungan maupun dikurangi dengan kerugian. Dan takaran zakat secara otomatis dipengaruhi oleh hasil dari usaha. Maka apabila takaran mencapai nishab di akhir haul, zakat menjadi wajib. Contoh ilustratif dalam angka: Apabila diasumsikan bahwa kerugian bersih yang ditanggung adalah sebesar 10,000 USD. Dan kerugian ini secara otomatis berpengaruh pada menurunnya unsur zakat seperti barang-barang, piutang, investasi dan uang tunai. Dengan kata lain bahwa nilai dari item tersebut di akhir haul berkurang sesuai dengan jumlah kerugian. Sehingga dengan demikian maka nilai dari takaran zakatnya pun berkurang. Pertanyaan: Nilai apa yang dijadikan pegangan oleh pedagang saat ia menilai barang-barangnya; apakah berdasarkan nilai historisnya (harga beli) atau berdasarkan nilai yang sedang berlaku (harga pasar)? Dan dengan harga yang mana; eceran ataukah grosir? Jawaban: Para fuqaha dari kalangan klasik dan kontemporer memandang bahwa penilaian barang-barang di akhir haul saat mengeluarkan zakat adalah berdasarkan harga yang sedang berlaku, yakni harga pasar yang sedang berlaku saat zakat itu akan dikeluarkan. Al-Faqih Maimun bin Mahran mengatakan: “Apabila haul zakat telah tiba, maka nilailah apa yang kamu miliki dengan nilai uang yang ada.” Pedagang eceran menilai barang-barangnya dengan harga eceran, dan pedagang grosiran menilai barang-barangnya dengan harga grosir. Contoh ilustratif dalam angka: Tabel Berdasarkan data di atas, maka penilaian barang pada saat mengeluarkan zakat yaitu sebagai berikut: Tabel e. Zakat Produk yang Tidak Laku/Rusak Pertanyaan: Terkadang ada barang-barang yang tidak laku dan lamban perputarannya yang disebabkan oleh perubahan bentuk dan model, atau karena adanya cacat sehingga perlu diperbaiki, atau karena rusak dan tidak layak jual dan bahkan harus dibuang. Bagaimanakah perlakuan terhadap barang-barang ini? Jawaban: Para fuqaha berbeda pendapat mengenai barang-barang yang tidak laku. Sebagian fuqaha Malikiyah berpendapat bahwa ia tidak dikeluarkan zakatnya kecuali saat ia terjual pada tahun itu. dan tidak ada pengulangan zakat baginya dengan adanya pengulangan tahun. Jumhur fuqaha berpendapat bahwa ia juga termasuk harta zakat yang dinilai berdasarkan harga pasar yang sedang berlaku, baik untung maupun rugi. Contoh ilustratif dalam angka: Jika diasumsikan bahwa inventarisasi dan penilaian barang-barang untuk zakat di salah satu perusahaan sebagai berikut: Barang-barang yang bagus perputarannya: dibeli seharga 100,000 USD dan harga pasarnya 125,000 USD. Barang tidak laku dan lambat perputarannya: dibeli seharga 20,000 USD dan harga yang diharapkan adalah 15,000 USD. Barang-barang yang rusak: dibeli seharga 1000 dan tidak diharapkan dapat dijual. Berdasarkan di atas, sesuai dengan pendapat jumhur, maka: Barang-barang yang laku jual: 125,00 berdasarkan harga pasar. Barang-barang tidak laku: 1 5,000 berdasarkan harga yang diharapkan. Barang-barang yang rusak: tidak memiliki nilai dan tidak dizakati. f. Perusahaan Tercampur (Produk Non-Halal) Pertanyaan: Bagaimana menghitung zakat saham yang dimiliki untuk tujuan investasi atau mendapatkan keuntungan. Problemnya saham-saham itu diterbitkan oleh perusahaan yang aktivitas pokoknya adalah halal, akan tetapi terkadang juga melakukan aktivitas-aktivitas yang tidak sesuai syariat. Jawaban: Zakat adalah ibadah harta. Harta zakat disyaratkan harus halal dan baik, karena Allah baik dan tidak menerima kecuali yang baik. Selain itu, harta yang didapat dengan cara yang haram adalah kotor dan kehilangan syarat kepemilikan. Berdasarkan ini, maka harta yang tercampur di dalamnya antara yang halal dan yang haram harus dibersihkan dari yang haram. Dan itu dilakukan dengan meminta bantuan dari ahli syariat yang akan menganalisa laporan keuangan perusahaan, lalu memperkirakan persentase dari keuntungan yang haram. Berdasarkan itu, ia dapat mengetahui jumlah harta yang haram untuk dipisahkan dari harta zakat. Dengan demikian, dapat diketahui takaran zakatnya. Adapun jumlah harta yang haram, wajib dijauhkan dan dihabiskan di untuk kemaslahatan umum. g. Memberi Zakat Kepada Karyawan Miskin Pertanyaan: Apakah zakat harta yang wajib dikeluarkan oleh perusahaan boleh langsung dibagikan kepada para karyawan yang miskin di perusahaan? Jawaban: Zakat adalah ibadah harta. Dalam setiap ibadah disyaratkan agar ikhlas karena Allah, tanpa ada sedikit pun hawa nafsu di sana. Allah berfirman: “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al-Bayyinah/89: 5). Pemberian zakat kepada para pekerja di perusahaan dapat merusak nilai keikhlasan keimanan, karena bisa jadi tujuannya adalah memperkuat loyalitas para pekerja itu kepada perusahaan dan para rekan. Dan memberikan prioritas kepada para pekerja yang fakir terhadap orang-orang fakir lainnya tidak memiliki dalil yang kuat di dalam syariat. Karena yang dimaksud dengan orang-orang yang terdekat di dalam syariat adalah para kerabat yang memiliki hubungan keluarga. Adapun sedekah, itu boleh diberikan kepada para pekerja. h. Menunda Pembayaran Zakat dan Menginvestasikannya Pertanyaan: Apakah dibolehkan menunda zakat karena tidak adanya likuiditas untuk menunaikannya? Dan apakah zakat itu boleh diinvestasikan di dalam perusahaan, dan kemudian bagi hasilnya diberikan kepada orang-orang fakir? Jawaban: Ketika zakat diwajibkan, ia menjadi hutang yang harus ditunaikan kepada para mustahiknya. Diantaranya adalah orang-orang fakir dan miskin. Dengan penunaiannya harus disegerakan. Firman Allah : “Maka berlomba-lombalah (dalam berbuat) kebaikan.” (QS. Al-Baqarah/2: 148) Rasulullah bersabda: Artinya: “.....Diambil dari orang-orang kaya diantara mereka dan diberikan kepada orang-orang fakir diantara mereka.” (HR. Muslim) Dan huruf ‘athaf’ di dalam ‘dan diberikan kepada orang-orang fakir diantara mereka’ menunjukkan adanya keberlanjutan dan kesegeraan. Boleh ditunda tapi harus dalam kondisi-kondisi khusus, seperti jika dibawa ke negeri lain, atau untuk menunggu kerabat yang mustahik. Di dalam kondisi seperti ini, zakat itu harus disisihkan dan ditempatkan sebagai sebuah amanah, serta tidak boleh digunakan kecuali untuk para mustahik. Disamping itu, harta zakat tidak boleh diinvestasikan kecuali setelah tercukupinya orang-orang yang menjadi mustahiknya, dan juga dalam kondisi-kondisi khusus yang semuanya dilakukan dengan batas-batas syariat yang ditetapkan oleh fikih prioritas (Fiqh al-Awlawiyaat). Berdasarkan ini, para rekan di perusahaan wajib mengurus harta zakat yang harus dikeluarkan, sebagaimana mereka mengurus hutang-hutang yang wajib mereka bayar. Karena penundaan itu merupakan sebuah kezhaliman. i. Penerapan Zakat dan Pajak Perusahaan Pertanyaan: Tentunya, perusahaan diwajibkan untuk membayar pajak keuntungan perdagangan dan industri. Apakah pajak ini dapat dianggap menggantikan zakat? Jawaban: Seringkali, kewajiban zakat telah menjadi salah satu kewajiban yang terlupakan di dalam Islam. Khususnya setelah diterapkannya paham-paham sekulerisme (yang mengharuskan pemisahan agama dari kehidupan). Juga setelah diterapkannya peraturan pajak dalam hukum positif di sebagian besar negeri islam. Sehingga para pemimpin berlepas diri dari kewajibannya untuk menarik zakat. Belakangan ini, sebagian besar umat muslim sibuk dengan perkara pajak karena takut dihukum karena kejahatan penyelewengan pajak. Namun mereka lupa akan hak Allah di dalam harta dan sesiapa yang menolak untuk menunaikannya adalah haram. Seharusnya penerapan kontemporer untuk zakat harus menjadi perhatian umat. Betapa pun besarnya tantangannya, karena hal ini bersentuhan langsung dengan akidah, syariat, masyarakat, dan umat Islam itu sendiri. Salah satu permasalahan kontemporer terpenting yang dihadapi dalam penerapan zakat adalah diterapkannya aturan pajak dalam hukum positif. Para fuqaha telah berfatwa tentang integrasi dan harmonisasi antara keduanya, sesuai dengan hukum dan prinsip-prinsip syariat Islam. Diantaranya ada yang memandang bahwa “Tidak ada masalah dalam menerapkan pajak di samping aturan zakat, karena masing-masing memiliki sumber dan pos-pos penyalurannya tersendiri.” Ada pula yang memandang bahwa hukum asalnya adalah penerapan aturan zakat. Jika hasilnya tidak mencukup, maka pajak diwajibkan atas orang-orang kaya dengan batasan-batasan syariat, sebagaimana pajak diwajibkan atas orang-orang non muslim. Pendapat rajih mengatakan: “Sesungguhnya pajak yang diwajibkan untuk kemaslahatan negara tidak menyebabkannya terbebas dari kewajiban dalam menunaikan zakat.” Hal yang harus ditekankan di sini adalah bahwa pajak tidak membebaskan dari zakat. Dan keduanya tidak sama. Maka solusinya adalah harta yang digunakan untuk membayar pajak, menjadi pengurang harta wajib zakat. Contoh ilustratif dalam angka: Pajak yang telah dibayarkan selama masa haul secara otomatis mengurangi takaran zakat, karena akan mengurangi uang tunai. Di sisi lain, sesungguhnya pajak yang wajib dikeluarkan kepada negara termasuk ke dalam liabilitas yang harus dibayarkan, dan wajib dikurangi dari harta zakat. Jika diasumsikan sebagai berikut: Total harta zakat 800,000 USD Dikurangi: liabilitas yang harus dibayar 200,000 Hutang berjalan 100,000 Pengeluaran yang harus dikeluarkan 50,000 Yang dikhususkan untuk pajak 150,000 Takaran zakat setelah dikurangi dana yang dikhususkan untuk pajak: 300,000 USD j. Perusahaan Mangkin Bayar Pajak Apakah dibolehkan di dalam syariat untuk mangkir dari pajak yang diwajibkan oleh negara dengan alasan telah menunaikan zakat. Khususnya karena adanya keyakinan umum bahwa pajak adalah aturan buatan manusia dan termasuk pungutan yang zhalim. Jawaban: Banyak orang yang mangkir membayar pajak, dan yang sejenisnya dengan satu cara atau dengan cara lainnya. Alasan mereka adalah: pajak adalah aturan buatan manusia, dan pajak itu zhalim bahkan sebagiannya digunakan untuk sesuatu yang tidak benar. Para fuqaha islam kontemporer telah membahas masalah ini secara rinci, dan mereka sampai kepada beberapa keputusan dan fatwa, antaranya: 1. Seorang penguasa boleh menetapkan pajak atas harta orang-orang kaya, dengan batasan-batasan wajar untuk digunakan pada layanan-layanan umum yang tidak termasuk dalam pos-pos penyaluran zakat, seperti: keamanan, pendidikan, fasilitas umum, dan lainnya yang dianggap sebagai kebutuhan primer bagi manusia. 2. Pajak harus diwajibkan dengan cara yang benar, didapatkan dengan cara yang benar, dan disalurkan dengan benar. 3. Wajib menghindari penetapan pajak yang zhalim, karena itu termasuk pungutan yang diharamkan oleh syariat islam, didefinisikan oleh Yusuf Al-Qaradhawi: bahwa ia adalah harta yang diambil tanpa hak, disalurkan dengan cara yang tidak benar, dan bebannya tidak dibagikan secara adil. Hasilnya juga lebih banyak dinikmati oleh para penguasa dan raja-raja. 4. Dalam penetapan kewajiban pajak dan cukai tidak boleh ada hal-hal yang menyelisihi hukum-hukum, prinsip-prinsip dan tujuan syariat islam, yaitu: menjaga agama, jiwa, akal, kehormatan, dan harta. |
Silakan klik disini untuk mendownload Buku Fikih Zakat Perusahaan |
mitra zakat perusahaan
Dapatkan Update Berita dan Informasi Penyaluran Zakat, Infak, dan Sedekah.