Zakat Pertanian: Apakah Hasil Tanaman Hidroponik Wajib Dizakati

Zakat Pertanian: Apakah Hasil Tanaman Hidroponik Wajib Dizakati

Zakat Pertanian: Apakah Hasil Tanaman Hidroponik Wajib Dizakati

15/12/2025 | Humas BAZNAS

Zakat Pertanian merupakan salah satu bentuk kewajiban zakat yang telah dikenal sejak masa Rasulullah SAW dan memiliki peran penting dalam menjaga keadilan sosial di tengah umat. Dalam perkembangan zaman, metode bercocok tanam mengalami banyak perubahan, salah satunya dengan hadirnya sistem hidroponik yang semakin populer di kalangan petani modern. Pertanyaan pun muncul di tengah masyarakat Muslim, apakah hasil tanaman hidroponik termasuk objek Zakat Pertanian yang wajib dikeluarkan zakatnya.

 

Zakat Pertanian pada dasarnya berkaitan dengan hasil bumi yang diperoleh dari proses penanaman dan pemeliharaan hingga panen. Ketika metode tanam berubah dari konvensional ke modern, sebagian umat Islam merasa ragu apakah hukum Zakat Pertanian tetap berlaku atau justru mengalami pengecualian. Keraguan ini wajar karena hidroponik tidak menggunakan tanah secara langsung sebagaimana pertanian tradisional.

 

Dalam Islam, Zakat Pertanian tidak hanya dipahami sebagai kewajiban finansial, tetapi juga sebagai sarana penyucian harta dan bentuk ketaatan kepada Allah SWT. Oleh karena itu, memahami hukum Zakat Pertanian pada tanaman hidroponik menjadi penting agar setiap Muslim dapat menjalankan ibadah zakat dengan tenang dan sesuai tuntunan syariat.

 

Seiring meningkatnya praktik pertanian modern di perkotaan, Zakat Pertanian juga menjadi isu relevan bagi petani kecil, pengusaha agribisnis, hingga komunitas urban farming. Tanpa pemahaman yang benar tentang Zakat Pertanian, dikhawatirkan akan terjadi kelalaian dalam menunaikan kewajiban atau sebaliknya, muncul keraguan yang tidak berdasar.

 

Artikel ini akan mengulas secara mendalam tentang Zakat Pertanian dan kaitannya dengan hasil tanaman hidroponik, mulai dari konsep dasar, pandangan ulama, hingga cara perhitungannya. Dengan demikian, umat Islam diharapkan memperoleh pemahaman utuh mengenai Zakat Pertanian di era modern.

 

Konsep Dasar Zakat Pertanian dalam Islam

 

Zakat Pertanian merupakan zakat yang dikenakan atas hasil tanaman yang dipanen dan memiliki nilai ekonomis bagi pemiliknya. Dalam Al-Qur’an, perintah Zakat Pertanian dapat dipahami dari firman Allah SWT dalam Surah Al-An’am ayat 141 yang memerintahkan agar menunaikan hak hasil panen pada waktu memetiknya. Ayat ini menjadi landasan kuat kewajiban Zakat Pertanian bagi umat Islam.

 

Para ulama menjelaskan bahwa Zakat Pertanian dikenakan pada tanaman yang menjadi makanan pokok dan dapat disimpan, seperti padi, gandum, dan kurma. Namun, seiring perkembangan zaman, objek Zakat Pertanian mengalami perluasan makna sesuai dengan prinsip kemaslahatan dan keadilan sosial. Oleh karena itu, pembahasan Zakat Pertanian tidak berhenti pada jenis tanaman klasik semata.

 

Zakat Pertanian memiliki ketentuan nisab dan kadar yang berbeda dengan zakat harta lainnya. Nisab Zakat Pertanian umumnya sebesar lima wasaq atau setara dengan kurang lebih 653 kilogram gabah atau hasil sejenis. Ketentuan ini menunjukkan bahwa Zakat Pertanian bertujuan meringankan petani kecil sekaligus memastikan distribusi hasil panen bagi mereka yang membutuhkan.

 

Dalam praktiknya, Zakat Pertanian juga dipengaruhi oleh sistem pengairan. Tanaman yang diairi secara alami seperti hujan dikenakan zakat sebesar 10 persen, sedangkan tanaman yang memerlukan biaya pengairan dikenakan 5 persen. Prinsip ini menegaskan bahwa Zakat Pertanian sangat mempertimbangkan aspek usaha dan biaya produksi.

 

Konsep keadilan dalam Zakat Pertanian menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang adaptif dan relevan sepanjang zaman. Dengan memahami konsep dasar Zakat Pertanian, umat Islam dapat menilai bagaimana hukum zakat diterapkan pada metode tanam modern seperti hidroponik.

 

Tanaman Hidroponik dalam Perspektif Zakat Pertanian

 

Zakat Pertanian dalam konteks tanaman hidroponik sering menjadi bahan diskusi di kalangan ulama kontemporer. Hidroponik merupakan metode bercocok tanam tanpa tanah, menggunakan air dan nutrisi sebagai media utama. Meskipun berbeda secara teknis, hasil tanaman hidroponik tetap berasal dari proses budidaya yang menghasilkan panen.

 

Sebagian masyarakat beranggapan bahwa Zakat Pertanian hanya berlaku bagi tanaman yang ditanam di tanah. Namun, pandangan ini perlu ditinjau kembali karena esensi Zakat Pertanian terletak pada hasil panen, bukan semata-mata pada media tanam. Selama hasil tersebut memiliki nilai ekonomis dan diperoleh melalui usaha bercocok tanam, maka potensi kewajiban Zakat Pertanian tetap ada.

 

Para ulama kontemporer cenderung memandang bahwa hasil tanaman hidroponik termasuk dalam kategori hasil pertanian. Dengan demikian, Zakat Pertanian tetap wajib dikeluarkan apabila hasil panen tersebut mencapai nisab. Pendekatan ini sejalan dengan kaidah fikih yang menyatakan bahwa hukum berputar bersama illat-nya.

 

Zakat Pertanian pada tanaman hidroponik juga relevan dengan tujuan zakat itu sendiri, yaitu membantu mustahik dan menjaga keseimbangan sosial. Jika hasil hidroponik menghasilkan keuntungan besar namun tidak dizakati, maka tujuan luhur Zakat Pertanian menjadi tidak tercapai secara optimal.

 

Dengan demikian, tanaman hidroponik tidak dapat dikecualikan begitu saja dari kewajiban Zakat Pertanian. Justru, kehadiran pertanian modern menjadi peluang besar untuk memperluas manfaat Zakat Pertanian bagi umat Islam di era sekarang.

 

Nisab dan Perhitungan Zakat Pertanian Hasil Hidroponik

 

Zakat Pertanian hasil hidroponik tetap mengacu pada ketentuan nisab yang berlaku secara umum. Nisab Zakat Pertanian ditetapkan sebesar lima wasaq, yang jika dikonversikan setara dengan sekitar 653 kilogram hasil panen bersih. Apabila hasil hidroponik mencapai atau melebihi batas ini, maka Zakat Pertanian wajib dikeluarkan.

 

Dalam perhitungan Zakat Pertanian hidroponik, yang menjadi dasar adalah hasil panen kotor, bukan keuntungan bersih. Hal ini sejalan dengan praktik Zakat Pertanian sejak masa Rasulullah SAW yang menitikberatkan pada hasil panen, bukan laba usaha. Prinsip ini membedakan Zakat Pertanian dengan zakat perdagangan.

 

Kadar Zakat Pertanian hidroponik umumnya disamakan dengan tanaman yang menggunakan pengairan berbiaya. Mengingat hidroponik memerlukan modal, nutrisi, listrik, dan perawatan intensif, maka kadar Zakat Pertanian yang dikeluarkan adalah sebesar 5 persen dari hasil panen.

 

Penunaian Zakat Pertanian dilakukan setiap kali panen, tidak menunggu haul satu tahun sebagaimana zakat harta. Hal ini menunjukkan bahwa Zakat Pertanian memiliki karakteristik khusus yang bertujuan agar manfaatnya segera dirasakan oleh mustahik.

 

Dengan memahami nisab dan cara perhitungan Zakat Pertanian hidroponik, umat Islam dapat menunaikan kewajiban zakat secara tepat, adil, dan sesuai dengan prinsip syariat.

 

Hikmah dan Urgensi Zakat Pertanian di Era Modern

 

Zakat Pertanian memiliki hikmah besar dalam membangun solidaritas sosial dan mengurangi kesenjangan ekonomi. Dalam konteks pertanian modern seperti hidroponik, Zakat Pertanian menjadi instrumen penting untuk memastikan bahwa kemajuan teknologi tetap membawa keberkahan bagi banyak orang.

 

Melalui Zakat Pertanian, hasil panen tidak hanya dinikmati oleh pemilik modal, tetapi juga dirasakan oleh fakir miskin dan kelompok rentan. Hal ini sejalan dengan tujuan zakat sebagai pembersih harta dan jiwa bagi muzakki. Dengan menunaikan Zakat Pertanian, petani hidroponik turut berkontribusi dalam menciptakan keadilan sosial.

 

Zakat Pertanian juga mendorong etika usaha yang berlandaskan nilai-nilai Islam. Ketika petani menyadari bahwa setiap panen mengandung hak orang lain, maka usaha pertanian dijalankan dengan penuh tanggung jawab dan kejujuran. Nilai ini sangat relevan di tengah persaingan bisnis modern.

 

Selain itu, Zakat Pertanian berperan dalam menguatkan ketahanan pangan umat. Dana zakat yang terkumpul dapat digunakan untuk pemberdayaan mustahik di sektor pertanian, sehingga tercipta siklus kebaikan yang berkelanjutan.

 

Dengan demikian, Zakat Pertanian bukan sekadar kewajiban ritual, tetapi juga solusi sosial yang mampu menjawab tantangan umat di era modern.

 

Zakat Pertanian tetap relevan dan wajib diperhatikan meskipun metode bercocok tanam telah berkembang pesat, termasuk melalui sistem hidroponik. Selama hasil tanaman hidroponik mencapai nisab dan memiliki nilai ekonomis, kewajiban Zakat Pertanian tidak gugur. Hal ini menunjukkan fleksibilitas ajaran Islam dalam menghadapi perubahan zaman.

 

Pemahaman yang benar tentang Zakat Pertanian akan membantu umat Islam menunaikan kewajiban zakat dengan penuh keyakinan. Tanpa pemahaman ini, potensi keberkahan dari hasil pertanian modern bisa berkurang atau bahkan hilang. Oleh karena itu, edukasi tentang Zakat Pertanian perlu terus disosialisasikan.

 

Dengan menunaikan Zakat Pertanian, petani hidroponik tidak hanya membersihkan hartanya, tetapi juga memperkuat ikatan sosial di tengah masyarakat. Zakat Pertanian menjadi bukti bahwa Islam hadir sebagai agama yang membawa rahmat bagi seluruh alam.

 

Akhirnya, Zakat Pertanian adalah bentuk ketaatan yang mendatangkan keberkahan, baik bagi muzakki maupun mustahik. Semoga pemahaman tentang Zakat Pertanian ini mendorong umat Islam untuk lebih sadar dan istiqamah dalam menunaikan kewajiban zakat di segala bidang kehidupan.

 

 

Dapatkan Update Berita dan Informasi Penyaluran Zakat, Infak, dan Sedekah.

Follow us

Copyright © 2025 BAZNAS

Kebijakan Privasi   |   Syarat & Ketentuan   |   FAQ