Tidur di Dalam Masjid: Ini Hadist dan Pendapat Ulama

Tidur di Dalam Masjid: Ini Hadist dan Pendapat Ulama

Tidur di Dalam Masjid: Ini Hadist dan Pendapat Ulama

19/11/2025 | Humas BAZNAS

Dalam kehidupan sehari-hari, pembahasan mengenai Tidur di Dalam Masjid sering menjadi pertanyaan umat Islam, terutama ketika safar, menunggu waktu shalat, atau berada dalam kegiatan keagamaan. Fenomena Tidur di Dalam Masjid bukanlah hal baru, karena sudah terjadi sejak masa Rasulullah SAW, dan para ulama telah memberikan penjelasan khusus terkait hukumnya. Oleh karena itu, memahami hukum Tidur di Dalam Masjid menjadi penting agar umat Islam dapat menjaga adab dan kesucian masjid.

 

Bagi sebagian orang, Tidur di Dalam Masjid dianggap sebagai bentuk kemudahan yang diberikan Islam kepada umatnya, terutama bagi mereka yang sedang membutuhkan tempat beristirahat. Namun demikian, Tidur di Dalam Masjid tetap harus dilakukan dengan memperhatikan adab, kebersihan, dan penghormatan terhadap rumah Allah. Dalam pembahasan ini, kita akan melihat bagaimana hadist-hadist berbicara tentang Tidur di Dalam Masjid.

 

Selain itu, pembahasan Tidur di Dalam Masjid juga penting untuk menepis keraguan masyarakat yang menganggapnya sebagai perbuatan kurang sopan. Padahal, jika merujuk kepada dalil, praktik Tidur di Dalam Masjid memang pernah terjadi, dan ulama pun telah menjelaskan batas-batas kebolehannya. Dengan memahami hal ini, umat Islam dapat lebih bijak dalam mengambil sikap yang sesuai tuntunan agama.

 

Artikel ini akan menguraikan hadist-hadist terkait Tidur di Dalam Masjid, kemudian dilanjutkan dengan pendapat para ulama. Dengan penjelasan yang lengkap, diharapkan umat Islam dapat memahami bahwa Tidur di Dalam Masjid bukan sekadar aktivitas biasa, tetapi memiliki landasan syariat yang penting.

 


 

Hadist-Hadist Tentang Tidur di Dalam Masjid

 

1. Tidur Sahabat di Masjid pada Masa Rasulullah

 

Pada masa Rasulullah, para sahabat sering melakukan Tidur di Dalam Masjid karena sebagian dari mereka adalah ahlus shuffah, kelompok miskin yang tinggal di masjid. Fakta Tidur di Dalam Masjid ini diriwayatkan oleh banyak ulama hadis. Ahlus shuffah tinggal, belajar, dan terkadang melakukan Tidur di Dalam Masjid karena mereka tidak memiliki rumah. Kondisi ini menunjukkan adanya kelonggaran yang diberikan oleh Rasulullah.

 

Beberapa riwayat menyebutkan bahwa Abu Hurairah RA termasuk sahabat yang melakukan Tidur di Dalam Masjid. Dengan kondisi ekonominya yang terbatas, ia sering menghabiskan waktu dan melakukan Tidur di Dalam Masjid untuk tetap dekat dengan Rasulullah. Hal ini menjadi dalil bahwa masjid pada masa itu bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga tempat perlindungan.

 

Para ahli hadis menjelaskan bahwa izin melakukan Tidur di Dalam Masjid yang diberikan kepada para sahabat menunjukkan bahwa masjid pada masa awal Islam memiliki fungsi sosial. Karena itu, praktik Tidur di Dalam Masjid tidak dianggap sebagai pelanggaran adab selama seseorang menjaga kesucian masjid. Dari sinilah ulama menyimpulkan hukum kebolehannya dalam kondisi tertentu.

 

Dari kisah ahlus suffah, para ulama mengambil pelajaran bahwa Tidur di Dalam Masjid diperbolehkan bagi yang memerlukannya. Riwayat-riwayat tersebut menjadi dasar penting dalam memahami hukum syariat tentang Tidur di Dalam Masjid pada masa kini.

 

2. Hadist Tentang Ali RA yang Tidur di Masjid

 

Riwayat lain menyebutkan bahwa Ali bin Abi Thalib RA juga pernah melakukan Tidur di Dalam Masjid. Ketika itu, ia merasa marah sehingga keluar dari rumah, lalu melakukan Tidur di Dalam Masjid. Rasulullah kemudian datang, memanggilnya “Abu Turab,” dan membersihkan debu dari tubuh Ali. Hal ini menjadi bukti langsung bahwa Tidur di Dalam Masjid pernah terjadi pada masa Rasulullah tanpa beliau larang.

 

Dalam riwayat yang shahih disebutkan, Rasulullah tersenyum saat melihat Ali melakukan Tidur di Dalam Masjid. Sikap lembut Rasulullah tersebut memberi pesan bahwa Tidur di Dalam Masjid bukan sebuah kesalahan yang harus ditegur keras, selama tidak mengganggu fungsi utama masjid. Ulama mengambil dalil dari riwayat ini untuk menegaskan kebolehan tidur di masjid.

 

Riwayat tentang Ali ini sering dijadikan dasar oleh fuqaha untuk menekankan bahwa Tidur di Dalam Masjid bukan hanya untuk musafir atau orang miskin. Bahkan orang yang sekadar ingin beristirahat pun tidak dilarang. Namun tetap ada adab dan aturan yang harus dijaga saat melakukan Tidur di Dalam Masjid.

 

Sebagian ulama mufassir juga menjelaskan bahwa riwayat ini menunjukkan fleksibilitas syariat dalam urusan Tidur di Dalam Masjid. Dengan demikian, umat Islam dapat memahami bahwa praktik ini bukan perbuatan tercela, melainkan bagian dari kemudahan yang diberikan agama.

 

3. Hadist Abu Hurairah Tentang Orang yang Mengikat Perut di Masjid

 

Dalam beberapa riwayat, Abu Hurairah bercerita bahwa ia pernah mengalami kelaparan dan melakukan Tidur di Dalam Masjid karena tidak memiliki tempat lain. Abu Hurairah bahkan mengikat batu di perutnya untuk menahan lapar ketika sebelum melakukan Tidur di Dalam Masjid. Hal ini menandakan bahwa masjid merupakan tempat aman dan layak untuk ditempati sementara.

 

Riwayat ini sering menjadi landasan bagi para ulama dalam memahami makna Tidur di Dalam Masjid sebagai bentuk keringanan. Abu Hurairah yang melakukan Tidur di Dalam Masjid tidak pernah ditegur oleh Rasulullah, justru beliau sering diberi makanan atau didoakan. Ini menunjukkan bahwa masjid adalah tempat kasih sayang, bukan tempat yang hanya boleh diisi aktivitas formal.

 

Riwayat tersebut semakin memperkuat landasan syariat bahwa Tidur di Dalam Masjid memiliki akar yang kuat. Abu Hurairah sebagai perawi hadist terbanyak, menunjukkan bahwa praktik itu bukan hal asing. Para ulama fiqih menggunakan dalil ini sebagai salah satu bukti penting kebolehan Tidur di Dalam Masjid.

 

Dari seluruh riwayat ini, sangat jelas bahwa Tidur di Dalam Masjid bukan hanya dilakukan oleh satu atau dua sahabat, tetapi telah menjadi bentuk aktivitas yang diterima secara umum pada masa awal Islam. Karena itu, tidak mengherankan jika ulama membolehkan aktivitas ini dalam batas adab.

 


 

Pendapat Para Ulama Tentang Tidur di Dalam Masjid

 

1. Pendapat Ulama Mazhab Syafi’i

 

Dalam mazhab Syafi’i, hukum Tidur di Dalam Masjid diperbolehkan selama tidak mengotori atau mengganggu aktivitas masjid. Ulama Syafi’iyah menjelaskan bahwa dalil tentang ahlus suffah menjadi bukti kuat kebolehan Tidur di Dalam Masjid. Mereka menambahkan bahwa musafir dan orang yang tidak punya tempat tinggal adalah pihak yang paling berhak mendapat keringanan ini.

 

Mazhab Syafi’i juga membahas bahwa Tidur di Dalam Masjid tidak makruh selama menjaga adab. Artinya, seseorang yang melakukan Tidur di Dalam Masjid harus dalam keadaan suci atau minimal tidak membawa najis. Hal ini karena masjid adalah tempat suci yang harus dijaga dari kotoran.

 

Para ulama Syafi’i menegaskan bahwa kesucian fisik dan pakaian adalah syarat penting saat melakukan Tidur di Dalam Masjid. Walaupun masjid diperbolehkan untuk tempat istirahat, tujuan utamanya tetap untuk ibadah sehingga pelaku Tidur di Dalam Masjid tidak boleh merusak ketenangan jamaah.

 

Dalam konteks modern, pendapat mazhab Syafi’i masih sangat relevan. Banyak rumah singgah atau musafir menggunakan masjid sebagai tempat singgah sementara. Dengan menjaga adab, Tidur di Dalam Masjid tetap menjadi aktivitas yang diperbolehkan.

 

2. Pendapat Ulama Mazhab Hanafi

 

Mazhab Hanafi menjelaskan bahwa Tidur di Dalam Masjid hukumnya mubah, terutama bagi musafir. Ulama Hanafi berpendapat bahwa musafir atau orang yang dalam perjalanan seringkali tidak memiliki tempat tinggal sehingga Tidur di Dalam Masjid merupakan kemudahan syariat.

 

Dalam mazhab Hanafi, Tidur di Dalam Masjid juga diperbolehkan bagi orang yang sedang menunggu shalat berikutnya. Mereka menyebutkan bahwa seseorang yang sudah meniatkan untuk beribadah dapat melakukan Tidur di Dalam Masjid selama adabnya terjaga. Dalil yang mereka gunakan cukup banyak, terutama dari kisah ahlus shuffah.

 

Sebagian ulama Hanafi hanya menekankan larangan Tidur di Dalam Masjid bagi orang yang membawa najis atau berpenampilan kotor. Hal ini karena masjid harus dijaga kehormatannya. Selama kebersihan terjaga, Tidur di Dalam Masjid tidak menjadi perbuatan tercela.

 

Dalam pandangan Hanafi, masjid memang memiliki fungsi sosial. Oleh sebab itu, Tidur di Dalam Masjid dianggap selaras dengan tujuan syariat dalam memberikan kemudahan bagi umat Islam.

 

3. Pendapat Ulama Mazhab Hanbali

 

Dalam mazhab Hanbali, hukum Tidur di Dalam Masjid lebih terbuka dibandingkan mazhab lainnya. Mereka menjelaskan bahwa kaum wanita pun boleh melakukan Tidur di Dalam Masjid selama aman dan tidak menimbulkan fitnah. Hal ini didasarkan pada dalil-dalil yang menunjukkan tidak adanya larangan tegas.

 

Ulama Hanbali menegaskan bahwa Tidur di Dalam Masjid tidak makruh, baik bagi laki-laki maupun perempuan. Mereka berangkat dari konsep bahwa masjid adalah rumah Allah yang memberikan keamanan bagi siapa saja. Selama aturan dan adab dijaga, tidak ada larangan bagi seseorang yang ingin melakukan Tidur di Dalam Masjid.

 

Selain itu, ulama Hanbali menambahkan bahwa niat juga penting. Jika tujuan Tidur di Dalam Masjid adalah untuk beristirahat atau safar, maka hukumnya lebih ringan. Namun jika bermaksud menjadikannya tempat tinggal permanen tanpa alasan syar’i, maka itu yang tidak dianjurkan.

 

Dari pendapat Hanbali, kita melihat bahwa Tidur di Dalam Masjid memiliki fleksibilitas. Dengan adab yang benar, siapa pun dapat merasakan manfaat dari masjid sebagai tempat istirahat.

 

4. Pendapat Ulama Kontemporer

 

Ulama kontemporer banyak membahas praktik Tidur di Dalam Masjid karena fenomena musafir, santri, dan pekerja yang beristirahat di masjid sangat umum di zaman sekarang. Mereka menjelaskan bahwa Tidur di Dalam Masjid tetap diperbolehkan selama menjaga kebersihan, keamanan, dan ketertiban.

 

Beberapa fatwa kontemporer menyebutkan bahwa Tidur di Dalam Masjid menjadi bagian dari pelayanan masjid kepada kaum dhuafa. Masjid sebagai pusat umat memang memiliki fungsi sosial yang luas. Karena itu Tidur di Dalam Masjid bukan hal yang tabu selama tidak mengubah fungsi masjid menjadi tempat hunian tetap.

 

Ulama modern juga mengingatkan pentingnya koordinasi dengan pengurus masjid. Meski dalil membolehkan, namun aturan masjid perlu dihormati. Jika pengurus mengatur jam tertentu atau melarang Tidur di Dalam Masjid demi kebersihan, maka umat harus taat.

 

Dengan demikian, para ulama kontemporer memandang bahwa hukum Tidur di Dalam Masjid tetap mengikuti prinsip kemaslahatan. Selama membawa manfaat dan tidak menimbulkan mudarat, maka aktivitas itu diperbolehkan.

 


 

Dalam kesimpulan, Tidur di Dalam Masjid merupakan praktik yang memiliki dasar syariat kuat dari hadist dan praktik para sahabat. Paragraf akhir ini menegaskan bahwa Tidur di Dalam Masjid bukanlah perbuatan tercela jika dilakukan dengan adab dan menjaga kebersihan. Para ulama dari berbagai mazhab sudah menjelaskan kebolehannya, baik untuk musafir, orang miskin, maupun mereka yang sekadar beristirahat.

 

Pembahasan ulama kontemporer juga menunjukkan bahwa Tidur di Dalam Masjid masih relevan dan diperbolehkan, selama memperhatikan aturan masjid serta tidak mengganggu aktivitas ibadah. Karena itu, umat Islam dapat memahami Tidur di Dalam Masjid sebagai bagian dari kemudahan syariat yang patut disyukuri.

 

Semoga artikel ini memperkaya pemahaman kita tentang adab dan hukum Tidur di Dalam Masjid, serta menguatkan sikap bijak dalam memuliakan rumah Allah.

 

 

Dapatkan Update Berita dan Informasi Penyaluran Zakat, Infak, dan Sedekah.

Follow us

Copyright © 2025 BAZNAS

Kebijakan Privasi   |   Syarat & Ketentuan   |   FAQ