Hasil Panen Gagal: Apakah Harus Bayar Zakat Pertanian

Hasil Panen Gagal: Apakah Harus Bayar Zakat Pertanian

Hasil Panen Gagal: Apakah Harus Bayar Zakat Pertanian

17/11/2025 | Humas BAZNAS

Bagi para petani muslim, setiap musim panen bukan hanya tentang berapa banyak hasil yang bisa dibawa pulang, tetapi juga tentang menunaikan kewajiban yang telah Allah syariatkan—zakat pertanian. Dalam kondisi normal, ketika panen cukup melimpah dan hasilnya mencapai batas tertentu, zakat menjadi bagian dari keberkahan yang harus dibagikan. Namun, bagaimana jika kenyataan di lapangan tidak seindah harapan? Bagaimana jika hasil panen gagal atau turun drastis? Dalam kondisi seperti itu, apakah petani tetap wajib membayar zakat pertanian?

Pertanyaan ini sering muncul terutama ketika cuaca tidak bersahabat, hama menyerang, atau bencana alam merusak tanaman sebelum waktunya. Islam, dengan seluruh syariatnya yang penuh hikmah, memberikan ketentuan yang adil dan tidak memberatkan. Untuk memahami jawabannya, kita perlu melihat bagaimana zakat pertanian ditetapkan sejak awal.


Ketentuan Dasar Zakat Pertanian

Zakat pertanian adalah zakat yang dikeluarkan dari hasil bumi yang menjadi makanan pokok dan bisa disimpan. Dalam konteks Indonesia, ini umumnya berkaitan dengan padi, jagung, gandum lokal, dan tanaman pangan lainnya. Zakat ini tidak menunggu haul seperti zakat mal—zakat pertanian wajib dikeluarkan tepat setelah panen dilakukan.

Islam juga menetapkan batas minimal atau nisab bagi hasil panen yang wajib dizakati. Besarannya adalah 5 wasaq, atau kurang lebih 653 kg gabah, yang jika dikonversi setara dengan sekitar 520 kg beras. Jika hasil panen berada di bawah batas itu, maka zakat tidak diwajibkan.

Rasulullah bersabda:

"Tidak ada zakat bagi tanaman yang kurang dari lima wasaq."
(HR. Bukhari dan Muslim)

Artinya, syariat sejak awal telah menetapkan batas minimal agar petani tidak terbebani pada musim panen yang kurang memuaskan.


Kadar Zakat Pertanian

Besar zakat pertanian yang harus dikeluarkan tidak sama untuk semua petani, melainkan disesuaikan dengan cara pengairan:

  • Jika tanaman diairi tanpa biaya tambahan, seperti air hujan atau aliran sungai, zakatnya adalah 10 persen.

  • Jika membutuhkan irigasi dengan biaya, zakatnya cukup persen.

Kadar ini merupakan bentuk keadilan syariat. Semakin berat biaya produksi yang ditanggung, semakin ringan zakat yang dikenakan.


Ketika Kenyataan Tak Sesuai Harapan: Panen Gagal

Kini tibalah pada pokok persoalan: bagaimana jika seorang petani mengalami gagal panen?

Musim tanam adalah perjuangan panjang. Petani menebar benih, memupuk, membersihkan gulma, dan memantau kondisi sawah setiap hari. Namun, ada hal-hal yang tidak bisa dikendalikan—cuaca ekstrim, banjir, kekeringan, atau serangan hama. Dalam kondisi tertentu, petani bahkan tak bisa membawa pulang hasil yang layak disebut panen.

Dalam fikih, gagal panen tidak serta-merta membuat zakat gugur, tetapi ada ketentuan yang perlu diperhatikan.


Jika Hasil Panen Tidak Mencapai Nisab

Inilah kuncinya: selama hasil panen tidak mencapai nisab, maka tidak ada kewajiban zakat.

Misalnya dari lahan yang biasanya menghasilkan 1 ton gabah, karena hama hanya tersisa 300—400 kg. Jumlah ini tidak mencapai batas minimal nisab. Maka petani tidak wajib mengeluarkan zakat.

Ketentuan ini sudah sangat jelas berdasarkan hadis Rasulullah bahwa zakat hanya diwajibkan untuk hasil panen yang mencapai lima wasaq.

Dengan kata lain, Islam tidak membebani petani yang sedang berada dalam kondisi sulit.


Jika Hasil Panen Berkurang Tetapi Masih Mencapai Nisab

Bagaimana jika panen berkurang, tetapi masih berada di atas batas 653 kg gabah?

Di sinilah ketentuan zakat tetap berlaku. Selama hasil yang diperoleh mencapai nisab, walaupun sedikit menurun dari tahun-tahun sebelumnya, zakat tetap wajib dikeluarkan.

Contohnya, dari lahan yang biasanya menghasilkan 1 ton, tahun ini hanya menjadi 700 kg karena serangan hama. Selama 700 kg itu masih berada di atas nisab, petani tetap wajib mengeluarkan zakat dengan kadar 5 persen atau 10 persen tergantung cara pengairannya.

Namun, ulama menjelaskan bahwa zakat dikenakan pada hasil yang benar-benar diterima oleh petani, bukan pada perkiraan hasil ideal. Artinya zakat dihitung dari jumlah riil 700 kg tersebut, bukan dari potensi panen yang seharusnya bisa dicapai.


Jika Gagal Panen Total Sebelum Waktu Pemanenan

Ada kalanya tanaman habis tersapu banjir sebelum sempat dipanen. Ada pula kondisi tanaman mati kekeringan atau rusak akibat hama sehingga panen benar-benar nihil.

Dalam kondisi ini, para ulama sepakat bahwa zakat tidak diwajibkan. Bagaimana mungkin seseorang menunaikan zakat jika tidak ada hasil yang bisa dizakatkan?

Mazhab Maliki dan sebagian Hanbali menegaskan bahwa zakat pertanian adalah kewajiban atas hasil yang benar-benar ada (al-mahsul al-haqiqi), bukan hasil yang diharapkan tetapi hilang karena musibah.

Syariat sangat logis: jika hasilnya tidak ada, maka kewajiban zakat pun tidak ada.


Jika Panen Rusak Setelah Dipanen

Situasi menjadi berbeda jika hasil panen sudah berhasil dipanen, kemudian rusak atau hilang setelahnya. Misalnya gudang tersambar petir, atau gabah rusak karena bencana alam.

Jika panen sebelumnya mencapai nisab, maka zakat tetap wajib dikeluarkan meskipun belakangan hasilnya rusak. Sebab, kewajiban zakat sudah melekat pada saat hasil panen dipetik.


Hikmah Keringanan Zakat dalam Islam

Syariat zakat bukanlah beban. Justru ia adalah bentuk kasih sayang dari Allah kepada hamba-Nya. Ketentuan nisab sendiri adalah wujud keringanan agar zakat tidak menjadi kewajiban yang memberatkan.

Allah berfirman:

"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai kesanggupannya."
(QS. Al-Baqarah: 286)

Ayat ini menjadi gambaran betapa hukum Islam disusun dengan asas kemudahan. Zakat pertanian hanya diwajibkan ketika hasilnya benar-benar ada dan cukup untuk kehidupan petani.

Jika hasil tidak ada atau tidak mencapai batas minimal, maka beban zakat pun tidak ditetapkan.


Kesimpulan: Apakah Wajib Zakat Saat Panen Gagal?

Dari seluruh penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan jelas:

  1. Jika hasil panen tidak mencapai nisab, tidak wajib zakat.

  2. Jika hasil mencapai nisab meski sedikit berkurang, zakat tetap wajib.

  3. Jika gagal panen total sebelum panen, zakat tidak diwajibkan.

  4. Jika panen mencapai nisab lalu rusak setelah panen, zakat tetap wajib.

Dengan demikian, dalam kondisi gagal panen, kewajiban zakat sangat bergantung pada apakah hasil akhir yang diperoleh petani mencapai nisab atau tidak. Islam memberikan aturan yang adil, seimbang, dan penuh keringanan.

 

Dapatkan Update Berita dan Informasi Penyaluran Zakat, Infak, dan Sedekah.

Follow us

Copyright © 2025 BAZNAS

Kebijakan Privasi   |   Syarat & Ketentuan   |   FAQ