Kisah Perjuangan Agus, Alami Peningkatan Usaha Bersama BAZNAS (Foto: BAZNAS)
Kisah Perjuangan Agus, Alami Peningkatan Usaha Bersama BAZNAS
06/03/2025 | Humas BAZNASMaklor dan Alpukat Kocok: Duo Andalan Pak Agus
Setiap hari, mulai pukul 10.00 pagi hingga 22.00 malam, lapak Agus di Pinka bagian timur sungai menjadi magnet bagi para pencinta kuliner. Di sini, ia menjajakan maklor—makanan khas yang memadukan mie dan telor dengan cita rasa sederhana namun nagih. Tak hanya itu, setiap Minggu pagi, Agus juga aktif sebagai anggota penjual CFD (Car Free Day) dengan nomor lapak 457 di selatan Alun-Alun Tulungagung. Di sana, ia menghadirkan menu spesial: alpukat kocok yang segar dan creamy, cocok untuk menyapa hari dengan energi positif.
“Usaha ini sudah berjalan hampir lima tahun, dimulai dari April 2020,” ujar Agus dengan nada penuh kebanggaan. Dari nol, ia membangun usahanya dengan tangan sendiri, mengandalkan resep andalan dan kerja keras.
Keuntungan dan Keunikan Jualan di Pinka
Berjualan di wilayah timur sungai, tepatnya di barat jalan paving, memiliki daya tarik tersendiri bagi Agus. “Di sini nggak perlu sewa tempat,” katanya sambil tersenyum. Cukup dengan iuran listrik Rp50.000 dan biaya penitipan gerobak Rp50.000 per bulan, ia bisa menghemat pengeluaran sekaligus fokus mengembangkan usaha. Lokasi strategis ini juga menjadi nilai plus, mengingat Pinka dikenal sebagai destinasi kuliner yang ramai, terutama sore hingga malam hari.
Namun, di balik keuntungan itu, ada tantangan yang tak bisa dihindari. “Kalau hujan dari siang sampai malam, pembeli sepi,” keluhnya. Mayoritas pelanggan Agus bukan warga lokal, melainkan pendatang dari berbagai penjuru Tulungagung yang sengaja datang untuk berburu kuliner. Cuaca buruk sering kali mengganggu traffic pembeli, terutama saat sore hingga malam—waktu paling sibuk bagi pedagang seperti Agus.
Dari Omzet Jutaan ke Tantangan Bertahan
Mengawali usaha di tahun 2020, Agus pernah merasakan masa keemasan. “Dulu, awal buka, omzet bisa Rp800.000 sampai Rp1 juta per hari,” kenangnya. Angka yang fantastis untuk usaha kecil di pinggir jalan. Namun, waktu membawa perubahan. Beberapa waktu lalu, daya beli masyarakat sempat turun, ditambah persaingan yang kian ketat dengan bertambahnya pedagang di Pinka. Kini, omzet harian Pak Agus berkisar antara Rp200.000 hingga Rp300.000. Meski begitu, ia optimis. “Sekarang sudah mulai membaik, terlebih sejak dibantu BAZNAS” tambahnya, merujuk pada peningkatan omzet yang perlahan naik.
Tantangan lain yang ia hadapi adalah inovasi. Tren kuliner yang terus berubah menuntut pedagang untuk beradaptasi. Sebelumnya, Agus pernah menjajal jualan tahu jamur, tapi sayangnya kurang diminati. “Sekarang saya rencana tambah menu baru, seperti basreng dan otak-otak,” ungkapnya penuh semangat. Ia percaya, variasi menu bisa menarik lebih banyak pelanggan.
Saat ini, pemasaran usaha Agus masih mengandalkan cara tradisional: offline. Pelanggan bisa datang langsung ke lapaknya atau memesan melalui Zendo. Namun, ia punya mimpi besar. “Saya pengin ada pelatihan pemasaran online dengan mentoring,” katanya. Di era digital, Agus sadar bahwa kehadiran di dunia maya bisa membuka peluang baru, menjangkau lebih banyak pembeli, dan mengangkat usahanya ke level berikutnya.
Di balik kesederhanaan lapaknya, Pak Agus adalah gambaran nyata pedagang kecil yang tak kenal lelah. Dari maklor hingga alpukat kocok, dari Pinka hingga CFD, ia terus berjuang menghadapi hujan, persaingan, dan perubahan zaman. Dengan rencana inovasi dan harapan menguasai dunia digital, Agus membuktikan bahwa semangat wirausaha bisa tumbuh di mana saja—bahkan di tepi sungai Pinka yang sederhana.
Jadi, jika suatu hari Anda melintas di Tulungagung, sempatkan mampir ke lapak Pak Agus. Nikmati maklor hangat atau alpukat kocok yang menyegarkan, sambil mendengar langsung cerita perjuangannya. Siapa tahu, Anda pulang membawa inspirasi—dan perut kenyang, tentunya!
Dapatkan Update Berita dan Informasi Penyaluran Zakat, Infak, dan Sedekah.
Follow us
