Suroso ketika melayani pembeli di warungnya. Foto diambil sebelum pandemi Covid-19. (Foto: BAZNAS)

BAZNAS Antar Suroso Bangkit dari Keterpurukan Akibat PHK

31/03/2021 | Markom BAZNAS

Tahun 2017 jadi tahun terberat bagi Suroso karena terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Perusahaan swasta tempatnya bekerja mengalami kesulitan finansial hingga harus melakukan perampingan pegawai. Suroso pun terhenyak dengan kenyataan yang ada. Kebingungannya semakin memuncak saat dia memikirkan kedua anaknya yang masih duduk di bangku SMA dan perguruan tinggi. 

 

“PHK yang saya terima ketika itu menjadi pukulan telak bagi saya. Bagaimana tidak, dua anak saya masih kuliah dan SMA,” kata Suroso mengenang masa-masa sulitnya. 

 

Dia memutar otak, mencari jalan untuk terus memenuhi kebutuhan keluarganya. Usia Suroso yang tak muda lagi membuat dirinya kesulitan mencari pekerjaan baru. 

 

“Kedua anak saya masih membutuh kan biaya pendidikan. Ketika itu, saya terus berpikir apa yang bisa saya kerjakan,” ujar Suroso

 

Hingga akhirnya istri Suroso mengusulkan agar membuka warung kelontong di rumahnya yang memang memiliki lokasi strategis. Rumah Suroso berdekatan dengan sekolah TK dan SD, yang membuatnya sering dilintasi warga. 

 

Berbekal tabungan hasil bekerja sebelumnya, Suroso membuka usaha warung kelontong. Modal yang pas-pasan menyebabkan Suroso tidak bisa melengkapi warung kelontongnya dengan aneka produk. Barang-barang dagangannya masih terbatas. Hal itu tentu berdampak pada jumlah transaksi dan omzet yang diraih. Pada tiga bulan pertama, Suroso men dapat omzet hanya sekitar Rp100 ribu hingga Rp150 ribu per bulan. Angka yang jauh dari harapan, mengingat kebutuhan sehari-hari dan pendidikan keluarganya yang cukup besar. 

 

Suroso mengakui, pada fase itu dia kesulitan memutar cashflow-nya karena, ia harus menyisihkannya untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. 

 

“Kalau pendapatan warung masih berkisar segitu, bagaimana saya bisa membiayai kebutuhan keluarga dan membayar iuran sekolah anak saya,” kata Suroso.

 

Lantaran kerap nombok, Suroso sempat ingin menutup warungnya. Namun, niat itu diurungkannya, karena warung itulah satu-satunya cara dia mendapatkan rezeki kala itu. Menutup warung sama dengan menutup akses jalan rezeki. Berdarah-darah menjalankan warung kelontongnya membuat Suroso jadi sering berutang kepada saudaranya untuk biaya sekolah anak. 

 

Sampailah pada akhir 2018, BAZNAS hadir melalui Lembaga Pemberdayaan Ekonomi Mustahik (LPEM), meluncurkan program bernama Zmart, program bantuan pembiayaan bagi warung-warung tradisional untuk diubah menjadi warung yang menarik dan dikelola secara profesional. Suroso lolos seleksi, ia pun resmi menjadi penerima manfaat program Zmart. 

 

Suroso gembira bukan main. Dia sangat antusias dengan program itu dengan turut serta mengikuti pelatihan dan pendampingan mengelola warung tradisional secara profesional. Hasilnya, omzet warung Suroso naik drastis menjadi Rp500 ribu. Suroso semakin bersemangat. Bantuan permodalan dari BAZNAS benar-benar digunakan untuk meningkatkan varian barang dagangan. Salah satunya es krim.

 

“Saya berpikir kalau jualan es krim sepertinya laku, karena pulang sekolah anak-anak bisa jajan membeli es krim,” ujar Suroso. 

 

Setelah menjalani selama setengah tahun, warung Zmart Suroso semakin menggembirakan. Salah satu indikatornya omzet harian semula Rp500 ribu, naik menjadi Rp900 ribu per hari.

 

“Alhamdulillah omzet usaha saya semakin meningkat. Saya sudah mulai bisa menabung lagi untuk biaya pendidikan anak,” ujar Suroso bersyukur.

Dapatkan Update Berita dan Informasi Penyaluran Zakat, Infak, dan Sedekah.

Follow us

Copyright © 2024 BAZNAS

Kebijakan Privasi   |   Syarat & Ketentuan   |   FAQ