Zakat Pertanian dari Lahan yang Disewakan

Lahan pertanian.

Zakat Pertanian dari Lahan yang Disewakan

09/09/2023 | admin

Zakat pertanian dari lahan yang disewakan mendapatkan pertimbangan khusus dalam perhitungannya. Berikut adalah beberapa poin yang perlu diperhatikan:

1. Siapa yang Membayar Zakat

Pada umumnya yang membayar zakat hasil pertanian adalah pemilik lahan. Jika seseorang menyewakan lahan pertanian kepada orang lain, maka lahan tersebut sejatinya masih menjadi miliknya, sehingga dia wajib membayarkan zakat dari hasil pertanian tersebut. Ini berarti, sebagai pemilik lahan, dia harus juga memahami aturan dan persyaratan zakat pertanian.

Jika lahan dimiliki oleh petani yang mengolahnya sendiri, maka zakat hasil pertaniannya akan menjadi 10 persen atau 5 persen dari lahan serta hasil tanaman yang tumbuh di atasnya.

Namun, apabila seseorang meminjamkan lahan pertaniannya kepada orang lain tanpa mengharapkan imbalan, bukan dalam bentuk sewa, maka ini adalah tindakan yang sangat terpuji dan didorong dalam Islam. Maka kewajiban zakatnya jatuh kepada pihak yang meminjam lahan tersebut.

Jika pemilik lahan menyerahkan pengelolaan lahan kepada pihak lain dengan pembagian hasil tertentu, misalnya seperempat, maka zakat yang dikenakan kepada masing-masing pihak setelah hasil yang didapat mencapai nisab pengelolaan lahan untuk setiap pihak.

Jika salah satu pihak tidak mencapai nisab, maka tidak ada kewajiban zakat.

Namun, menurut Mazhab Syafii, sebagaimana dikutip Imam Ahmad, pandangan tersebut mengatakan, zakat atas harta yang bersama-sama dimiliki dihitung dan dikeluarkan secara bersama-sama.

Namun jika pemilik lahan menyewakannya dengan biaya sewa berupa uang atau bentuk lain, yang menurut mayoritas ulama diperbolehkan, maka ada perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai siapa yang harus membayar zakatnya.

2. Pembagian Hasil Panen

Jika seseorang menyewakan lahan pertanian, dia dapat membuat kesepakatan dengan penyewa tentang pembagian hasil panen. Dalam beberapa kasus, penyewa dapat diminta untuk menyisihkan bagian dari hasil panennya untuk membayar zakat pertanian, mengingat bahwa pemilik lahan yang bertanggung jawab atas kewajiban zakatnya.

3. Penghitungan Zakat

Jika sesorang memutuskan untuk menghitung zakat dari hasil panen yang diperoleh dari lahan yang disewakan, langkah-langkah perhitungannya akan mirip dengan perhitungan zakat pertanian dari lahan yang dimiliki.

Dia perlu mengukur atau menimbang hasil panen, menghitung besaran zakat sesuai dengan jenis tanaman dan nisab yang berlaku serta mengonversi besaran zakat ke dalam nilai mata uang lokal.

Menurut Syaikh Yusuf Al-Qaradhawi, zakat atas uang sewa itu adalah 10 persen, bila zakat dikeluarkan setelah dikurangi biaya operasional dan 5 persen bila zakat dikeluarkan dari hasil terima.

Tentu saja, zakat dikeluarkan bila hasil sewa itu mencapai nisab, yakni senilai 653 kg beras. Sistem sewa semacam ini para ulama sepakat diperbolehkan.

4. Kepemilikan dan Kendali

Meskipun lahan tersebut disewakan, jika seseorang masih memegang kepemilikan dan kendali atas lahan tersebut, maka dialah yang akan bertanggung jawab untuk membayar zakat pertaniannya.

Namun, jika penyewa memiliki perjanjian yang memungkinkan mereka untuk mengelola lahan tersebut sepenuhnya, termasuk perhitungan dan pembayaran zakatnya, maka hal ini bisa menjadi opsi, tergantung dengan perjanjian yang dibuat masing-masing pihak.

- Beberapa ulama mengizinkan, asalkan bibit tanaman berasal dari pemilik tanah. Dalam pandangan fikih, pendekatan ini disebut dengan muzaara'ah.

- Sebaliknya, sebagian ulama melarang sistem sewa dengan pembayaran dari hasil tanah jika bibit tanaman berasal dari penyewa. Alasannya adalah bahwa akad semacam itu melibatkan unsur jahalah atau ketidakpastian informasi tentang nilai sewa.

- Memungkinkan untuk menyewakan lahan dengan pembayaran sewa dari sebagian hasil lahan atau sawah yang ditanami. Sementara bibit dapat berasal dari pemilik lahan atau pekerja. Namun hal ini harus mematuhi prinsip keadilan. Pendapat ini mengikuti sudut pandang Imam Mawardi, Ibnu Qayyim, dan beberapa ulama lainnya.

5. Pentingnya Komunikasi

Komunikasi yang terbuka antara pemilik lahan dan penyewa sangat penting. Menjelaskan tanggung jawab zakat dengan jelas sejak awal dapat mencegah kebingungan dan menghindari potensi konflik di kemudian hari.

Persentase Zakat yang Dikeluarkan

Sepuluh persen dihitung dari porsi yang diterima jika pengairannya bersumber dari air hujan atau sungai. Sementara, bila pengairannya memerlukan pembiayaan atau pembelian maka zakatnya dihitung sebesar 5 persen dari pendapatan yang diterima.

Sebagai contoh, Si A adalah pemilik lahan dan Si B adalah penyewa lahan yang menanam tanaman dengan perjanjian bagi hasil pertanian. Benihnya berasal dari Si B. Saat panen tiba, tanah milik Si A menghasilkan tiga ton beras. Sistem pengairannya menggunakan air yang dibeli. Bagi hasilnya adalah 40:60, dengan 40 persen untuk Si A dan 60 persen untuk Si B.

Melihat hal ini, hasil pertaniannya telah mencapai nisab, yaitu lebih dari 653 kg beras (setara dengan 5 wasaq). Oleh karena itu, Si A wajib membayar zakat sebesar 5 persen dari porsi hasil yang diterimanya sebagai pemilik lahan pertanian. Di sisi lain, Si B juga wajib membayar zakat 5 persen dari pendapatan yang dia terima.

(Berbagai sumber)

Dapatkan Update Berita dan Informasi Penyaluran Zakat, Infak, dan Sedekah.

Follow us

Copyright © 2025 BAZNAS

Kebijakan Privasi   |   Syarat & Ketentuan   |   FAQ