
Seorang Shohibul Qurban Boleh Memakan Daging Kurban Maksimal Berapa, Ini Penjelasannya
Seorang Shohibul Qurban Boleh Memakan Daging Kurban Maksimal Berapa, Ini Penjelasannya
06/06/2025 | Adam Fakhrian | NOVIbadah qurban adalah salah satu bentuk pendekatan diri kepada Allah SWT yang dilakukan dengan menyembelih hewan tertentu pada hari-hari tertentu. Dalam pelaksanaannya, muncul berbagai pertanyaan mengenai hukum, hak, dan batas-batas syariat, termasuk pertanyaan yang sering muncul: seorang shohibul qurban boleh memakan daging kurban maksimal berapa banyak?
Pertanyaan ini penting karena berkaitan dengan pembagian daging kurban. Islam sebagai agama yang sempurna telah menetapkan pedoman yang jelas dalam membagi daging kurban agar tidak ada penyimpangan dari tujuan utama ibadah ini, yaitu berbagi kepada fakir miskin dan sebagai wujud ketakwaan.
Salah satu hal yang perlu dipahami oleh umat Islam adalah bahwa seorang shohibul qurban boleh memakan daging kurban maksimal sejumlah tertentu, yang tidak melebihi batas syariat. Hal ini juga menunjukkan pentingnya niat dalam berkurban; apakah semata-mata untuk beribadah atau ada unsur lain seperti jual beli yang dilarang.
Menurut mayoritas ulama, seorang shohibul qurban boleh memakan daging kurban maksimal sepertiga bagian dari seluruh daging yang disembelih. Sementara sisanya dibagikan kepada orang lain, khususnya kaum dhuafa, keluarga, dan tetangga.
Dengan pemahaman ini, kita akan mengulas lebih dalam mengenai seberapa banyak sebenarnya seorang shohibul qurban boleh memakan daging kurban maksimal, berdasarkan pandangan syariat Islam.
Ketentuan Pembagian Daging Kurban dalam Islam
Dalam Islam, ada tiga kategori utama yang berhak menerima daging kurban: fakir miskin, kerabat dan tetangga, serta shohibul qurban itu sendiri. Dalam hal ini, penting memahami bahwa seorang shohibul qurban boleh memakan daging kurban maksimal sesuai dengan ketentuan yang sudah disyariatkan.
Menurut Imam Nawawi dalam Al-Majmu’, seorang shohibul qurban boleh memakan daging kurban maksimal sepertiga dari total daging yang disembelih. Sepertiga lainnya disedekahkan kepada fakir miskin, dan sepertiga sisanya dibagikan kepada tetangga atau kerabat.
Pandangan ini juga diperkuat oleh Syaikh Wahbah Az-Zuhaili dalam Fiqh Islam wa Adillatuhu, yang menyebutkan bahwa seorang shohibul qurban boleh memakan daging kurban maksimal sepertiga sebagai bagian yang halal untuk dikonsumsi sendiri, tanpa mengurangi nilai ibadah.
Selain itu, menurut fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), menyebutkan bahwa konsumsi oleh shohibul qurban dibolehkan asalkan tidak melupakan kewajiban utama yaitu menyedekahkan kepada yang membutuhkan. Ini memperjelas bahwa seorang shohibul qurban boleh memakan daging kurban maksimal sepanjang ia tetap memperhatikan prinsip pembagian yang adil.
Meskipun ada kelonggaran, tetap saja prinsip utama dari kurban adalah untuk berbagi. Oleh sebab itu, seorang shohibul qurban boleh memakan daging kurban maksimal hanya jika ia telah terlebih dahulu menyisihkan bagian untuk orang-orang yang membutuhkan.
Perbedaan Kurban Sunnah dan Kurban Nazar
Perbedaan mendasar antara kurban sunnah dan kurban nazar juga berpengaruh terhadap hak pemilik hewan kurban. Dalam kasus kurban nazar, hukum pembagian daging lebih ketat dan membatasi bahwa seorang shohibul qurban boleh memakan daging kurban maksimal adalah nol, atau tidak boleh sama sekali.
Menurut ulama Mazhab Syafi’i, kurban nazar tidak boleh dikonsumsi oleh orang yang bernazar atau keluarganya. Ini berarti bahwa seorang shohibul qurban boleh memakan daging kurban maksimal hanya berlaku pada kurban sunnah, dan tidak berlaku pada kurban yang telah dinazarkan.
Sebaliknya, dalam kurban sunnah, seorang shohibul qurban boleh memakan daging kurban maksimal hingga sepertiga, dan ia diperbolehkan mengambil bagian yang baik untuk dikonsumsi sendiri dan keluarganya sebagai bentuk syukur.
Praktik ini dicontohkan langsung oleh Rasulullah SAW. Dalam hadis riwayat Muslim, Nabi Muhammad SAW bersabda: "Makanlah sebagian darinya, sedekahkan sebagian, dan simpan sebagian." Ini menegaskan bahwa seorang shohibul qurban boleh memakan daging kurban maksimal sepertiga dalam konteks ibadah sunnah.
Dengan memahami perbedaan ini, umat Islam akan lebih bijak dalam menentukan jenis kurban yang dilakukan serta hak yang dimiliki terhadap dagingnya.
Hikmah dan Filosofi di Balik Pembatasan
Mengapa Islam membatasi konsumsi daging kurban oleh shohibul qurban? Salah satu hikmahnya adalah agar semangat berbagi tetap terjaga. Jika seorang shohibul qurban boleh memakan daging kurban maksimal dalam jumlah tak terbatas, maka tujuan utama kurban bisa melenceng dari makna sosialnya.
Pembatasan ini juga sebagai bentuk pendidikan jiwa agar tidak serakah dan selalu ingat bahwa daging tersebut adalah amanah untuk dibagikan. Oleh karena itu, seorang shohibul qurban boleh memakan daging kurban maksimal sesuai dengan ketentuan syariat untuk menjaga nilai spiritual dan sosial kurban.
Menurut tafsir Imam Al-Qurthubi, kurban adalah simbol ketakwaan, bukan sekadar penyembelihan. Maka, pembagian daging kurban mencerminkan dimensi sosial dalam ibadah. Itulah sebabnya seorang shohibul qurban boleh memakan daging kurban maksimal agar tetap ada bagian untuk orang lain.
Hal ini juga membantu menjaga hubungan sosial di tengah masyarakat. Dengan membagikan daging kurban, kita mempererat tali silaturahmi, menciptakan kebahagiaan, dan mengurangi kesenjangan.
Kesimpulannya, pembatasan ini tidak hanya berlandaskan hukum, tetapi juga mengandung hikmah mendalam. Bahwa seorang shohibul qurban boleh memakan daging kurban maksimal dalam kerangka ibadah dan kepedulian sosial.
Panduan Praktis Bagi Shohibul Qurban
Bagi Anda yang akan berkurban tahun ini, penting untuk memahami panduan praktis agar ibadah yang dilakukan tidak hanya sah tetapi juga sempurna. Salah satu hal yang perlu diingat adalah bahwa seorang shohibul qurban boleh memakan daging kurban maksimal sepertiga, dan sisanya wajib dibagikan.
Langkah pertama yang bisa dilakukan adalah menyisihkan terlebih dahulu bagian daging untuk fakir miskin. Setelah itu, barulah mengambil bagian untuk keluarga dan diri sendiri. Dengan begitu, prinsip syariat tetap dijaga dan hak orang lain terpenuhi.
Jangan lupa untuk mencatat berat total daging yang dihasilkan, agar dapat dengan adil menentukan bahwa seorang shohibul qurban boleh memakan daging kurban maksimal tidak melebihi sepertiga dari jumlah keseluruhan. Jika ada keraguan, bisa juga meminta panduan dari panitia kurban di masjid setempat.
Menurut panduan resmi Kementerian Agama RI, sebaiknya pembagian dilakukan secara proporsional dan transparan. Ini menunjukkan bahwa seorang shohibul qurban boleh memakan daging kurban maksimal jika dilakukan dengan niat yang ikhlas dan perhitungan yang cermat.
Dengan pemahaman dan persiapan yang baik, Anda dapat menunaikan ibadah kurban dengan tenang, tanpa kekhawatiran tentang sah atau tidaknya pelaksanaan. Yang paling penting adalah menjaga niat, mengikuti syariat, dan menebar manfaat.
Kurban Sebagai Bentuk Kepedulian dan Ketakwaan
Ibadah kurban bukan hanya sekadar menyembelih hewan, tetapi juga simbol kepedulian dan bentuk ketakwaan kepada Allah SWT. Salah satu aturan yang harus diperhatikan adalah pembagian daging. Dalam hal ini, seorang shohibul qurban boleh memakan daging kurban maksimal sepertiga dari total daging, sedangkan sisanya untuk orang lain yang membutuhkan.
Dengan mengikuti aturan tersebut, kurban menjadi ibadah yang tidak hanya diterima oleh Allah, tetapi juga memberi manfaat sosial yang besar. Mari kita tunaikan kurban dengan sebaik-baiknya, sesuai tuntunan Rasulullah SAW.
Semoga setiap tetes darah yang mengalir dari hewan kurban menjadi saksi ketaatan kita dan membawa berkah bagi semua pihak yang menerima manfaatnya.
BAZNAS memberi kemudahan untuk masyarakat yang ingin berkurban. Caranya mudah, Anda bisa mengunjungi link Kurban BAZNAS lalu ikuti petunjuknya.
Dapatkan Update Berita dan Informasi Penyaluran Zakat, Infak, dan Sedekah.
Follow us
