Penentuan Puasa Awal Ramadhan: Metode yang Diakui dalam Islam

Penentuan Puasa Awal Ramadhan: Metode yang Diakui dalam Islam

Penentuan Puasa Awal Ramadhan: Metode yang Diakui dalam Islam

19/04/2024 | Humas BAZNAS

Penentuan puasa awal Ramadhan ditentukan melalui dua metode yang diakui dalam Islam, yaitu metode rukyatul hilal dan hisab hakiki wujudul hilal.

Dua metode ini dilandasi oleh  hadits yang diriwayatkan dari Rasulullah SAW. Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda :

 "Berpuasalah kalian dengan melihat hilal dan berbukalah (mengakhiri puasa) dengan melihat hilal. Bila ia tidak tampak olehmu, maka sempurnakan hitungan Syaban menjadi 30 hari," (HR Bukhari dan Muslim, hadits no.1776)

Pada ayat dan hadist di atas, Allah dan Rasul-Nya mengkaitkan kewajiban berpuasa dengan melihat hilal.Artinya, kewajiban umat Islam berpuasa hanya bisa ditetapkan dengan melihat hilal atau penyempurnaan bulan Syaban menjadi 30 hari.

Pemahaman tentang kedua metode tersebut  sangat penting bagi umat Islam agar dapat menjalankan ibadah puasa sesuai dengan ketentuan ajaran agama Islam. Sehingga mereka dapat mempersiapkan diri dengan baik. 

Berikut ini penjelasan tentang penentuan puasa awal Ramadhan ditentukan melalui dua metode :

 

A. Metode Rukyatul Hilal

Kata rukyat bermakna melihat dengan mata dan hilal berarti bulan sabit. Penentuan puasa awal Ramadhan dengan metode ini artinya didasarkan pada penglihatan dan pengamatan bulan secara langsung yang berbentuk sabit atau belum terlihat bulat dari bumi.

Penentuan awal Ramadhan dengan metode yang disebut dengan rukyatul hilal ini merupakan cara yang disyariatkan dalam Islam. Dalam surat Al-Baqarah ayat 185, Allah SWT berfirman : 

Artinya: "Karena itu, barangsiapa di antara kamu menyaksikan (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan tersebut."

Bulan yang dimaksud adalah bulan sabit muda sangat tipis pada fase awal bulan baru. Bulan inilah yang disebut dengan hilal.

Dilansir dari laman resmi Nahdlatul Ulama (NU), dijelaskan metodologi penentuan awal bulan Qamariah, baik untuk menandai permulaan Ramadhan, Syawal dan bulan lainnya harus didasarkan pada penglihatan bulan secara fisik (rukyatul hilal bil fily). 

Pengamatan hilal tersebut dilakukan pada  hari ke-29 atau malam ke-30, dari bulan yang sedang berjalan. Bila malam tersebut hilal sudah terlihat, maka malam itu sudah dimulai bulan baru.

Namun jika hilal tidak terlihat,  maka malam itu adalah tanggal 30 bulan yang sedang berjalan. Malam berikutnya dimulai tanggal satu bagi bulan baru atas dasar istikmal (digenapkan). 

Diriwayatkan dari hadits shahih Bukhari Muslim, Rasulullah SAW  bersabda :

Artinya: "Sesungguhnya kami adalah umat ummiyah. Kami tidak mengenal kitabah (tulis-menulis) dan tidak pula mengenal hisab. Bulan itu seperti ini (beliau berisyarat dengan bilangan 29) dan seperti ini (beliau berisyarat dengan bilangan 30)." (HR Bukhari dan Muslim)

Untuk melihat hilal, biasanya posisi bulan harus berada dua derajat di atas matahari. Syarat lainnya adalah jarak elongasi dari matahari ke arah kanan atau kiri. Semakin lebar maka makin mudah melihat hilal langsung.

 

Cara pelaksanaan metode Rukyatul Hilal

Penggunaan rukyatul hilal sebagai metode penentuan awal bulan dalam kalender Hijriah di nusantara sudah diyakini sejak Islam awal masuk ke nusantara.

Pada saat itu pelaksanaan rukyatul hilal hanya dilakukan dengan mata telanjang, tanpa menggunakan alat bantu apapun. Namun semakin canggih, maka pelaksanaan rukyatul hilal pun menggunakan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

Melansir laman Nu.online,  rukyatul hilal merupakan pengamatan atau observasi terhadap hilal. Hilal merupakan lengkungan bulan sabit paling tipis yang berkedudukan pada ketinggian rendah di atas ufuk barat pasca matahari terbenam (ghurub) dan bisa diamati.

Cara pengamatannya terbagi menjadi tiga, mulai mengandalkan mata telanjang, mata dibantu alat optik (umumnya teleskop) hingga yang termutakhir alat optik terhubung sensor/kamera.

Dari ketiga cara tersebut, maka keterlihatan hilal pun terbagi menjadi tiga pula. Yakni mulai dari kasatmata telanjang (bil fili), kasatmata teleskop, dan kasat-citra.

Meski menggunakan metode rukyatul hilal, NU tidak serta merta meninggalkan hisab atau ilmu falak. Metode hisab sebagai alat bantu dalam pelaksanaan rukyatul hilal. Rukyatul hilal tidak akan bisa diselenggarakan tanpa hisab yang baik.

 

B. Metode Hisab Hakiki Wujudul Hilal

Metode penentuan awal puasa Ramadhan selanjutnya adalah hisab hakiki wujudul hilal. Metode hisab ini merupakan metode penentuan awal Ramadhan melalui perhitungan astronomis.Metode ini meyakini adanya hilal meskipun tidak terlihat dengan mata telanjang selama memenuhi kriteria tertentu. Tiga syarat kriteria dalam penentuan hilal dengan metode ini di antaranya :

 

  1. Telah terjadi ijtimak (konjungsi)

  2. Ijtimak (konjungsi) itu terjadi sebelum matahari terbenam. 

  3. Pada saat terbenamnya matahari piringan atas bulan berada di atas ufuk (bulan baru telah wujud).

 

Ketiga kriteria tersebut harus terpenuhi untuk menandakan telah masuk dalam awal bulan hijriyah. Namun dengan catatan, bila menggunakan metode hisab hakiki kriteria ijtimak sebelum gurub (al-ijtima qabla al-gurub), tidak perlu lagi mempertimbangkan keberadaan bulan saat matahari terbenam di atas ufuk atau bukan.

Misalnya, jika ijtimak terjadi sebelum matahari tenggelam maka malam itu dan esok harinya sudah dapat dikatakan sebagai bulan baru. Sebaliknya, jika ijtimak terjadi sesudah matahari terbenam maka malam itu dan esok harinya masih merupakan hari penggenap bulan.

Metode Rukyatul hilal ini digunakan oleh Muhammadiyah. Kriteria dalam metode hisab wujudul hilal dipahami berdasarkan surah Yasin ayat 39-40,

Artinya: 39. Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua. 40. Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya."

Atas dasar inilah, para ulama yang paham perhitungan hisab mengumpulkan pola peredaran bumi, bulan, dan matahari. Pola tersebut menjadi dasar perhitungan penentuan awal Ramadhan dan Idul Fitri.

Melansir buku Pedoman Hisab Muhammadiyah disebutkan bahwa hisab berasal dari bahasa Arab yaitu al hisab yang mempunyai arti perhitungan atau pemeriksaan. Sedangkan dalam bidang fikih, hisab menyangkut penentuan waktu-waktu ibadah.

Hisab digunakan dalam arti perhitungan waktu dan arah tempat guna kepentingan pelaksanaan ibadah. Seperti penentuan waktu salat, waktu puasa, waktu idul fitri, dan waktu haji.

Dasar dari penggunaan hisab untuk awal bulan hijriah terdapat pada surat Ar Rahman ayat 5, yaitu:

“Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan”.

Surat Yunus ayat 5:

“Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-temat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun perhitungan  (waktu)”.

 

Hadis Bukhari dan Muslim:

“Apabila kamu melihat hilal berpuasalah, dan apabila kamu melihatnya ber-idul fitrilah. Jika bulan terhalang oleh awan terhadapmu, maka estimasikanlah”.

“Sesungguhnya kami adalah umat yang ummi; kami tidak bisa menulis dan tidak bisa melakukan hisab. Bulan itu adalah demikian-demikian. Maksudnya adalah kadang-kadang dua puluh sembilan hari, dan kadang-kadang tiga puluh hari”.

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agama(Kemenag) menggabungkan kedua metode tersebut sesuai dengan Fatwa MUI Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penetapan Awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah. 

Demikianlah penjelasan penentuan puasa awal Ramadhan ditentukan melalui dua metode yang diakui dalam Islam. Semoga artikel ini bermanfaat dan membawa keberkahan.

Bulan Ramadhan sebagai bulan suci yang penuh dengan amalan-amalan yang dicintai Allah Swt. Salah satu amalan penyempurna ibadah puasa kita adalah Zakat Fitrah. Selain dapat menyucikan hati dan jiwa, Zakat Fitrah menjadi pilar keseimbangan sosial, pembuka pintu rezeki, dan amalan yang bisa menghadirkan rasa syukur dan kebermaknaan dalam hidup kita. 

Sebagai Lembaga Pemerintah Nonstruktural yang mengelola dan mengkoordinasikan zakat secara nasional, Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) saat ini dipercaya publik berkat komitmen dan program-programnya dalam menghimpun dan menyalurkan Zakat, Infaq, dan Sedekah (ZIS). BAZNAS RI merupakan badan resmi dan satu-satunya yang dibentuk oleh pemerintah berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 8 Tahun 2001. Mari kunjungi laman Bayar Zakat, untuk melakukan zakat online. Semoga amal Jariyah kita senantiasa mengalir pahalanya, Aamiin Ya Rabb.

Dapatkan Update Berita dan Informasi Penyaluran Zakat, Infak, dan Sedekah.

Follow us

Copyright © 2024 BAZNAS

Kebijakan Privasi   |   Syarat & Ketentuan   |   FAQ