
Makan Daging Biawak Menurut Islam: Penjelasan Lengkap Menurut Syariat
Makan Daging Biawak Menurut Islam: Penjelasan Lengkap Menurut Syariat
24/07/2025 | Humas BAZNASPertanyaan tentang makan daging biawak menurut Islam sering kali muncul di tengah masyarakat, terutama di wilayah-wilayah yang masih mempertahankan tradisi berburu dan mengonsumsi hewan liar. Biawak, sebagai hewan reptil yang sering ditemui di alam liar, menjadi bahan perbincangan karena ada sebagian kalangan yang menjadikannya sebagai makanan. Namun, bagaimana pandangan Islam mengenai hal ini?
Dalam artikel ini, kita akan mengupas secara tuntas makan daging biawak menurut Islam dengan merujuk kepada Al-Qur’an, hadis Nabi Muhammad SAW, dan pendapat ulama mazhab. Diharapkan umat Islam dapat memahami hukum konsumsi daging biawak secara jelas, agar dapat mengambil sikap yang sesuai dengan syariat.
Penjelasan Hukum Makan Daging Biawak Menurut Islam
Untuk memahami makan daging biawak menurut Islam, kita harus melihat bagaimana hukum Islam memandang hewan-hewan yang hidup di darat dan tidak termasuk dalam daftar hewan ternak. Biawak adalah hewan reptil pemakan daging (karnivora) yang memiliki penampilan menyerupai kadal besar dan hidup di berbagai wilayah, terutama di daerah tropis.
Pertama, dalam fiqih Islam, hewan darat dikategorikan ke dalam dua kelompok: hewan yang halal dan hewan yang haram dimakan. Maka, makan daging biawak menurut Islam termasuk dalam topik fiqih yang perlu pendalaman. Hal ini karena biawak bukan termasuk hewan ternak yang secara eksplisit disebutkan dalam Al-Qur’an sebagai hewan halal.
Kedua, para ulama berbeda pendapat dalam menyikapi makan daging biawak menurut Islam. Dalam mazhab Syafi’i dan Hanafi, umumnya biawak dianggap haram karena termasuk jenis hewan menjijikkan (khabaits) dan dikhawatirkan membawa penyakit. Oleh sebab itu, umat Islam yang mengikuti dua mazhab ini dianjurkan untuk menghindari mengonsumsi daging biawak.
Ketiga, mazhab Maliki dan sebagian ulama Hanbali memiliki pandangan yang sedikit lebih longgar. Mereka tidak secara tegas mengharamkan makan daging biawak menurut Islam, namun tetap menilai bahwa memakannya adalah makruh, yakni tidak disukai oleh syariat, meskipun tidak berdosa secara langsung. Hal ini karena tidak ditemukan dalil eksplisit yang mengharamkannya secara mutlak.
Keempat, salah satu dasar pertimbangan dalam pembahasan makan daging biawak menurut Islam adalah hadis dari Ibnu Abbas RA yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW tidak memakan daging biawak, namun beliau juga tidak melarang orang lain memakannya. Dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim, disebutkan bahwa biawak dihidangkan kepada Nabi, tetapi beliau enggan memakannya karena bukan kebiasaan bangsa Quraisy. Ini menjadi landasan ulama yang menyatakan bahwa daging biawak tidak haram secara mutlak, tetapi juga tidak dianjurkan.
Kelima, karena adanya perbedaan pendapat ulama mengenai makan daging biawak menurut Islam, maka sebaiknya umat Islam mengikuti kaidah kehati-hatian dalam konsumsi makanan, sebagaimana sabda Nabi SAW: “Tinggalkanlah apa yang meragukanmu kepada apa yang tidak meragukanmu.” (HR. Tirmidzi).
Hadis Nabi dan Pandangan Sahabat tentang Makan Daging Biawak
Membahas makan daging biawak menurut Islam tidak bisa dilepaskan dari kisah yang terjadi pada masa Rasulullah SAW. Seperti yang disebutkan sebelumnya, dalam Sahih Bukhari dan Muslim terdapat riwayat yang menceritakan bahwa Rasulullah SAW disuguhi daging biawak, tetapi beliau tidak memakannya.
Pertama, dalam hadis riwayat Imam Muslim, disebutkan bahwa Khalid bin Walid RA pernah memakan daging biawak di hadapan Rasulullah SAW. Saat itu, Nabi SAW tidak melarangnya, namun juga tidak ikut memakannya. Ini menunjukkan bahwa makan daging biawak menurut Islam tidak secara eksplisit diharamkan oleh Rasulullah.
Kedua, dari kisah tersebut, ulama menyimpulkan bahwa sikap Nabi adalah bentuk toleransi terhadap kebiasaan makan masyarakat tertentu. Maka, jika seseorang bertanya tentang makan daging biawak menurut Islam, perlu dijelaskan bahwa konteks budaya dan kondisi lingkungan bisa menjadi faktor pertimbangan, selama tidak bertentangan dengan hukum syariat.
Ketiga, sahabat seperti Ibnu Umar RA dan Abu Hurairah RA termasuk di antara yang meriwayatkan bahwa mereka tidak memakan biawak, karena menganggapnya sebagai hewan yang menjijikkan. Namun, mereka juga tidak melarang secara keras orang yang memakannya. Oleh karena itu, makan daging biawak menurut Islam berada dalam wilayah khilafiyah (perbedaan pendapat yang dibenarkan).
Keempat, hadis-hadis tersebut juga menunjukkan bahwa Islam tidak serta-merta mengharamkan sesuatu tanpa dalil yang kuat. Dalam kasus makan daging biawak menurut Islam, dalil yang ada tidak secara eksplisit mengharamkan, tetapi membuka ruang ijtihad berdasarkan maslahat dan kebiasaan masyarakat.
Kelima, dari sisi kesehatan, sebagian ulama kontemporer dan ahli gizi juga mempertimbangkan aspek manfaat dan mudaratnya. Jika daging biawak terbukti secara ilmiah membawa dampak buruk bagi kesehatan, maka makan daging biawak menurut Islam bisa dikategorikan sebagai makruh atau bahkan haram karena membahayakan tubuh, sesuai prinsip: “La dharara wa la dhirara” (tidak boleh membahayakan diri dan orang lain).
Dampak Konsumsi Daging Biawak dalam Perspektif Islam
Pertimbangan penting lainnya dalam membahas makan daging biawak menurut Islam adalah dampaknya terhadap kesehatan fisik dan spiritual. Meskipun tidak semua ulama sepakat atas keharamannya, namun konsumsi daging biawak tetap menimbulkan kontroversi, terutama jika dilihat dari sisi medis.
Pertama, sebagian dokter menyebutkan bahwa daging biawak mengandung kolesterol tinggi dan bisa menyebabkan masalah pencernaan jika dikonsumsi secara berlebihan. Maka, dalam menjawab makan daging biawak menurut Islam, pertimbangan kesehatan tidak boleh diabaikan.
Kedua, dalam Islam, segala sesuatu yang membahayakan tubuh tidak diperbolehkan. Jika terbukti bahwa daging biawak mengandung parasit atau zat berbahaya, maka makan daging biawak menurut Islam bisa berubah statusnya menjadi haram karena melanggar prinsip menjaga jiwa (hifzh al-nafs).
Ketiga, beberapa ulama kontemporer juga mempertimbangkan efek psikologis dari mengonsumsi hewan liar seperti biawak. Hewan ini dikenal sebagai pemakan bangkai dan bisa menjadi pembawa virus. Oleh karena itu, makan daging biawak menurut Islam tidak hanya dinilai dari dalil fikih, tetapi juga dari ilmu pengetahuan modern.
Keempat, Islam mengajarkan umatnya untuk mengonsumsi makanan yang tidak hanya halal, tapi juga thayyib (baik). Dalam konteks makan daging biawak menurut Islam, meskipun bisa jadi halal atau makruh, namun apakah daging tersebut thayyib? Ini menjadi bahan renungan bagi setiap Muslim.
Kelima, oleh karena itu, penting bagi umat Islam untuk berhati-hati dalam memilih makanan, dan menghindari sesuatu yang tidak dibutuhkan oleh tubuh. Jika banyak makanan lain yang jelas kehalalannya dan lebih bermanfaat, maka menghindari makan daging biawak menurut Islam adalah pilihan yang bijak dan sesuai dengan prinsip kehati-hatian dalam agama.
Sikap Bijak Terhadap Konsumsi Daging Biawak
Setelah mengulas berbagai pendapat ulama dan dasar hukum, dapat disimpulkan bahwa makan daging biawak menurut Islam merupakan persoalan khilafiyah. Tidak ada dalil yang secara mutlak mengharamkannya, namun juga tidak dianjurkan secara tegas dalam syariat.
Pertama, hadis tentang Nabi SAW yang enggan memakan daging biawak namun tidak melarang sahabatnya memakannya menunjukkan bahwa makan daging biawak menurut Islam tidak dilarang keras, tetapi berada pada wilayah yang perlu ditimbang dengan bijak.
Kedua, mazhab Syafi’i dan Hanafi cenderung melarang karena alasan menjijikkan, sementara mazhab Maliki dan sebagian Hanbali lebih longgar dalam menyikapinya. Maka, jawaban atas makan daging biawak menurut Islam bisa berbeda tergantung mazhab yang dianut.
Ketiga, aspek kesehatan, kebersihan, dan manfaat juga menjadi pertimbangan penting. Jika terbukti bahwa daging biawak berbahaya, maka makan daging biawak menurut Islam menjadi tidak dianjurkan, bahkan bisa haram jika membahayakan.
Keempat, sikap terbaik adalah memilih makanan yang jelas halal dan thayyib. Jika masih ragu, maka meninggalkannya lebih utama demi menjaga hati dan kehormatan agama.
Kelima, semoga penjelasan ini dapat memberikan wawasan dan kejelasan bagi umat Islam yang masih bertanya-tanya mengenai makan daging biawak menurut Islam. Selalu utamakan ilmu dan kehati-hatian dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam hal makanan.
Dapatkan Update Berita dan Informasi Penyaluran Zakat, Infak, dan Sedekah.
Follow us
