
Hukum Bulan Safar: 5 Fakta Penting yang Wajib Diketahui Umat Muslim
Hukum Bulan Safar: 5 Fakta Penting yang Wajib Diketahui Umat Muslim
11/08/2025 | Humas BAZNASBulan Safar sering kali menjadi bahan perbincangan di tengah masyarakat Muslim, terutama terkait mitos, kepercayaan, dan praktik ibadah tertentu. Sebagian orang masih menganggap bulan ini membawa kesialan, sementara yang lain memanfaatkannya untuk memperbanyak amal shalih. Oleh karena itu, penting untuk memahami Hukum Bulan Safar berdasarkan dalil yang sahih agar tidak terjebak pada kesalahpahaman dan amalan yang tidak sesuai syariat.
Dalam artikel ini, kita akan membahas Hukum Bulan Safar secara mendalam, mematahkan mitos yang berkembang, serta mengungkap pandangan Islam berdasarkan Al-Qur’an, hadis, dan penjelasan para ulama.
1. Makna dan Sejarah Bulan Safar dalam Islam
Bulan Safar adalah bulan kedua dalam kalender hijriah yang datang setelah Muharram. Nama "Safar" berasal dari kata "sifr" yang berarti "kosong", karena pada zaman jahiliah, rumah-rumah orang Arab sering kosong di bulan ini akibat para lelaki pergi berperang atau berdagang. Dalam memahami Hukum Bulan Safar, penting untuk mengetahui latar belakang sejarahnya agar kita tidak salah mengartikannya.
Pada masa jahiliah, bulan ini sering dianggap membawa malapetaka. Pandangan ini jelas bertentangan dengan ajaran Islam. Rasulullah SAW datang untuk meluruskan pemahaman tersebut dan menegaskan bahwa semua bulan memiliki kedudukan yang sama di sisi Allah, kecuali empat bulan haram yang dimuliakan. Oleh karena itu, Hukum Bulan Safar menurut syariat adalah sama dengan bulan-bulan lainnya, tanpa larangan khusus untuk beraktivitas.
Sejarah mencatat, di bulan Safar pernah terjadi beberapa peristiwa penting, termasuk peperangan dan hijrah Nabi. Fakta ini menunjukkan bahwa Hukum Bulan Safar tidak mengandung unsur larangan untuk melakukan perjalanan atau aktivitas penting. Justru, banyak sahabat Nabi tetap melaksanakan kegiatan penting di bulan ini tanpa rasa takut.
Masyarakat jahiliah juga memiliki tradisi tertentu seperti menunda pernikahan atau menghindari perjalanan di bulan Safar. Tradisi tersebut tidak memiliki dasar agama, sehingga Hukum Bulan Safar dalam Islam justru menolak takhayul tersebut dan mendorong umat untuk berpegang pada dalil yang benar.
Kesimpulannya, secara historis, Hukum Bulan Safar adalah netral dan tidak ada larangan khusus, sehingga umat Islam sebaiknya fokus kepada amalan yang sesuai tuntunan Nabi.
2. Hukum Bulan Safar Menurut Al-Qur’an dan Hadis
Untuk memahami Hukum Bulan Safar, kita harus merujuk langsung pada sumber utama ajaran Islam, yaitu Al-Qur’an dan hadis. Dalam Al-Qur’an, tidak ada satu pun ayat yang menyebut bulan Safar sebagai bulan yang terlarang atau membawa sial. Semua bulan memiliki 12 jumlahnya dan ditetapkan oleh Allah sebagai ukuran waktu.
Hadis sahih riwayat Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah RA menegaskan bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Tidak ada penularan penyakit tanpa izin Allah, tidak ada kesialan karena burung hantu, dan tidak ada (kesialan) pada bulan Safar." Hadis ini menjadi landasan utama Hukum Bulan Safar, yang menolak anggapan bulan ini sebagai bulan sial.
Dengan demikian, Hukum Bulan Safar adalah bahwa bulan ini tidak berbeda dengan bulan lainnya dalam hal hukum syariat. Umat Islam bebas melakukan akad nikah, memulai usaha, atau melakukan perjalanan di bulan ini, tanpa takut terkena nasib buruk.
Para ulama seperti Imam Nawawi dan Ibnu Hajar juga menegaskan bahwa kepercayaan terhadap kesialan bulan Safar adalah bagian dari tathayyur (takhayul) yang dilarang. Ini berarti bahwa Hukum Bulan Safar dalam Islam adalah menolak segala bentuk keyakinan yang mengandung unsur syirik atau tidak berdasar pada dalil yang sahih.
Kesimpulannya, dalil dari Al-Qur’an dan hadis secara jelas menunjukkan bahwa Hukum Bulan Safar adalah membebaskan umat dari belenggu mitos jahiliah, dan mengajarkan tawakal kepada Allah dalam setiap urusan.
3. Mitos dan Kesalahpahaman tentang Bulan Safar
Banyak masyarakat yang masih percaya bahwa bulan Safar adalah bulan penuh kesialan. Mereka mengaitkannya dengan musibah, penyakit, dan kegagalan. Padahal, pemahaman ini bertentangan dengan Hukum Bulan Safar yang diajarkan Rasulullah SAW.
Salah satu mitos populer adalah keyakinan bahwa menikah di bulan Safar akan membawa rumah tangga menuju perceraian. Padahal, tidak ada dalil yang mendukung anggapan ini. Justru, pernikahan yang baik adalah yang dilaksanakan dengan niat ibadah dan memohon keberkahan dari Allah, terlepas dari bulan apapun, sesuai Hukum Bulan Safar yang benar.
Ada pula anggapan bahwa bepergian di bulan Safar akan berujung celaka. Keyakinan ini termasuk tathayyur, yang berarti merasa sial karena sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan takdir. Dalam Hukum Bulan Safar, hal ini dilarang karena dapat mengurangi rasa tawakal kepada Allah.
Mitos lain adalah adanya “hari nahas” di bulan Safar, khususnya Rabu terakhir. Beberapa orang bahkan melakukan ritual tertentu untuk menolak bala. Padahal, praktik tersebut tidak memiliki dasar dari Nabi maupun sahabat, sehingga bertentangan dengan Hukum Bulan Safar yang benar.
Mempercayai mitos-mitos ini dapat membawa kepada dosa syirik kecil (syirik asghar), karena mengaitkan suatu kejadian dengan selain kehendak Allah. Oleh sebab itu, memahami Hukum Bulan Safar yang benar menjadi kunci untuk membersihkan akidah dari pengaruh kepercayaan jahiliah.
4. Amalan yang Dianjurkan di Bulan Safar
Walaupun Hukum Bulan Safar tidak memberikan larangan khusus, umat Islam dianjurkan untuk memperbanyak amalan shalih di bulan ini. Hal ini karena setiap waktu adalah kesempatan untuk beribadah, termasuk bulan Safar.
Pertama, memperbanyak shalat sunnah seperti shalat dhuha, tahajud, dan rawatib. Tidak ada ketentuan khusus terkait bulan Safar, namun sesuai Hukum Bulan Safar, amalan ini tetap dianjurkan sebagai bentuk mendekatkan diri kepada Allah.
Kedua, memperbanyak sedekah. Sedekah dapat menolak bala dan mendatangkan keberkahan. Dalam konteks Hukum Bulan Safar, sedekah menjadi amalan yang dapat mengikis keyakinan terhadap kesialan, karena kita menggantungkan perlindungan hanya kepada Allah.
Ketiga, membaca doa perlindungan dan dzikir pagi-petang. Hal ini merupakan sunnah Nabi dan sangat relevan dengan Hukum Bulan Safar, karena menjaga hati agar tidak terpengaruh rasa takut yang tidak berdasar.
Keempat, menuntut ilmu agama. Memahami dalil tentang Hukum Bulan Safar akan membentengi diri dari mitos dan bid’ah yang berkembang di masyarakat.
Kelima, berbuat baik kepada sesama. Bulan Safar bisa menjadi momentum untuk mempererat silaturahmi dan menebar kebaikan, sesuai ajaran Hukum Bulan Safar yang menolak segala bentuk keburukan yang berasal dari keyakinan batil.
5. Hikmah Memahami Hukum Bulan Safar
Memahami Hukum Bulan Safar sangat penting bagi umat Islam agar tidak terjebak dalam takhayul dan praktik yang tidak memiliki dasar syariat. Rasulullah SAW telah menegaskan bahwa tidak ada kesialan yang melekat pada bulan ini, dan semua yang terjadi adalah ketetapan Allah.
Dari penjelasan di atas, kita mengetahui bahwa Hukum Bulan Safar adalah netral, sama seperti bulan lainnya. Tidak ada larangan menikah, bepergian, atau memulai usaha di bulan ini. Justru, bulan ini bisa menjadi ladang pahala jika diisi dengan amalan yang sesuai tuntunan Nabi.
Menghilangkan keyakinan terhadap mitos bulan Safar juga merupakan bagian dari menjaga kemurnian tauhid. Dengan memahami Hukum Bulan Safar, kita meneguhkan hati bahwa segala urusan berada di tangan Allah, bukan pada waktu atau bulan tertentu.
Hikmah lainnya adalah mendorong umat untuk lebih berani melangkah, memulai kebaikan kapan pun waktunya. Hal ini sejalan dengan Hukum Bulan Safar yang membebaskan umat dari rasa takut yang tidak berdasar.
Akhirnya, mari kita jadikan Hukum Bulan Safar sebagai pengingat untuk selalu menempatkan keyakinan pada Allah di atas segala hal. Bulan hanyalah ciptaan-Nya, sementara takdir sepenuhnya berada di tangan-Nya.
Dapatkan Update Berita dan Informasi Penyaluran Zakat, Infak, dan Sedekah.
Follow us
