Hadis tentang Bulan Safar yang Menjelaskan Mitos dan Fakta dalam Perspektif Islam

Hadis tentang Bulan Safar yang Menjelaskan Mitos dan Fakta dalam Perspektif Islam

Hadis tentang Bulan Safar yang Menjelaskan Mitos dan Fakta dalam Perspektif Islam

06/08/2025 | Humas BAZNAS

Dalam masyarakat, khususnya di beberapa daerah di Indonesia, masih ada anggapan bahwa bulan Safar adalah bulan penuh kesialan, bulan musibah, dan waktu yang tidak baik untuk menikah atau memulai usaha. Namun, dalam Islam, segala sesuatu harus dikembalikan kepada dalil yang shahih, baik dari Al-Qur’an maupun hadis Rasulullah SAW. Maka, sangat penting bagi umat Islam untuk memahami hadis tentang Bulan Safar agar tidak terjebak dalam mitos dan kepercayaan yang tidak berdasar.

Kepercayaan terhadap kesialan bulan Safar sejatinya merupakan warisan dari tradisi jahiliyah. Rasulullah SAW datang untuk menghapus tradisi-tradisi batil tersebut dengan wahyu dan akidah tauhid. Dalam berbagai riwayat, terdapat hadis tentang Bulan Safar yang secara tegas membantah bahwa bulan ini membawa malapetaka atau nasib buruk.

Oleh karena itu, artikel ini akan membahas secara mendalam hadis tentang Bulan Safar, termasuk analisisnya menurut para ulama tafsir dan hadis. Pemahaman ini penting untuk membersihkan akidah umat Islam dari unsur syirik kecil yang tersembunyi dalam kepercayaan semacam itu.

Dengan memahami hadis tentang Bulan Safar, kita sebagai Muslim dapat bersikap objektif dan ilmiah terhadap waktu, serta tidak terpengaruh oleh keyakinan yang menyimpang dari ajaran Islam.

1. Hadis Shahih tentang Bulan Safar dan Maknanya

Salah satu hadis tentang Bulan Safar yang paling terkenal dan sering dijadikan rujukan adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim. Rasulullah SAW bersabda:

"Tidak ada 'adwa (penularan penyakit tanpa izin Allah), tidak ada thiyarah (kesialan karena burung), tidak ada hamah (burung hantu pembawa sial), dan tidak ada (kesialan) pada bulan Safar."
(HR. Bukhari no. 5707 dan Muslim no. 2220)

Hadis tentang Bulan Safar ini menjelaskan bahwa keyakinan terhadap bulan Safar sebagai bulan sial adalah keliru dan tidak sesuai dengan akidah Islam. Rasulullah SAW secara langsung menyebutkan bahwa tidak ada pengaruh buruk dari bulan Safar, sebagaimana masyarakat jahiliyah meyakininya.

Menurut penjelasan dalam kitab Fathul Bari karya Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani, hadis tentang Bulan Safar tersebut merupakan bantahan terhadap kebiasaan masyarakat Arab jahiliyah yang menganggap bulan Safar sebagai waktu munculnya penyakit, peperangan, atau kemalangan. Padahal, dalam Islam, semua waktu adalah ciptaan Allah yang tidak memiliki kekuatan untuk mendatangkan manfaat atau mudharat sendiri.

Dalam tafsir dan syarah hadis lainnya seperti Syarh Shahih Muslim oleh Imam Nawawi, disebutkan bahwa larangan mempercayai kesialan pada bulan Safar adalah bentuk penyucian akidah. Dengan demikian, hadis tentang Bulan Safar menjadi dasar penting dalam meluruskan pemahaman umat.

Kesimpulannya, hadis tentang Bulan Safar yang disebutkan dalam hadis shahih ini menegaskan bahwa bulan Safar sama seperti bulan lainnya. Tidak ada nasib buruk atau larangan khusus yang berkaitan dengan bulan tersebut.

2. Mitos Kesialan di Bulan Safar: Warisan Jahiliyah yang Diluruskan

Kepercayaan tentang kesialan bulan Safar bukanlah ajaran Islam, melainkan warisan tradisi masyarakat pra-Islam (jahiliyah). Mereka menganggap bulan Safar sebagai bulan yang “kosong” dari keberkahan dan rawan terjadi musibah. Namun, hadis tentang Bulan Safar dengan tegas menolak anggapan tersebut.

Dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi yang merupakan syarah Sunan Tirmidzi, para ulama menjelaskan bahwa hadis tentang Bulan Safar dimaksudkan untuk menghapus semua bentuk tahayul yang menyandarkan peristiwa buruk pada waktu tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa Islam ingin membebaskan manusia dari segala bentuk kepercayaan yang tidak bersumber dari wahyu.

Mitos-mitos seperti larangan menikah, bepergian jauh, atau memulai usaha pada bulan Safar tidak pernah diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Bahkan, banyak sahabat yang tetap melakukan aktivitas penting di bulan Safar. Hal ini sejalan dengan pemahaman atas hadis tentang Bulan Safar, yang menolak pengaruh negatif bulan tersebut terhadap kehidupan manusia.

Para ulama seperti Syaikh Bin Baz dan Syaikh Shalih Al-Fauzan juga menegaskan bahwa mempercayai kesialan bulan Safar termasuk perbuatan yang dapat merusak akidah. Oleh karena itu, mereka selalu mengutip hadis tentang Bulan Safar untuk mengingatkan umat agar tidak mengikuti jejak keyakinan jahiliyah.

Dengan memahami hadis tentang Bulan Safar, umat Islam didorong untuk membangun keyakinan yang bersih dan sesuai dengan tauhid, yaitu meyakini bahwa hanya Allah yang menentukan takdir, bukan waktu atau bulan tertentu.

3. Penjelasan Ulama tentang Makna Hadis Safar

Para ulama dari berbagai generasi telah memberikan penjelasan mendalam mengenai hadis tentang Bulan Safar, agar tidak disalahpahami oleh umat. Salah satunya adalah Imam An-Nawawi yang menyatakan bahwa bulan Safar sama seperti bulan lainnya dan tidak memiliki keistimewaan dalam hal membawa kesialan atau keberuntungan.

Dalam Syarh Nawawi ala Muslim, dijelaskan bahwa makna dari hadis tentang Bulan Safar adalah bahwa Rasulullah SAW ingin meniadakan keyakinan keliru yang berkembang di masyarakat. Ini merupakan bagian dari dakwah tauhid yang menjadi pondasi utama Islam.

Ulama tafsir modern seperti Syaikh Abdurrahman As-Sa’di juga memberikan penekanan bahwa hadis tentang Bulan Safar merupakan bentuk pendidikan kepada umat untuk menghindari sebab-sebab syirik kecil. Menisbatkan kejadian buruk kepada waktu, angka, atau tempat tertentu merupakan bentuk ketergantungan yang dilarang dalam Islam.

Lebih lanjut, Syaikh Shalih Al-Fauzan dalam fatwanya menyebutkan bahwa siapa pun yang masih meyakini bulan Safar sebagai bulan sial telah menyelisihi sabda Rasulullah SAW dalam hadis tentang Bulan Safar. Ia menegaskan bahwa keyakinan tersebut harus dihapus dan diganti dengan iman serta tawakal kepada Allah SWT.

Jadi, para ulama sepakat bahwa hadis tentang Bulan Safar harus dijadikan pedoman dalam menyikapi berbagai kepercayaan lokal atau adat yang tidak sesuai dengan Islam. Hanya dengan ilmu dan pemahaman yang benar, umat Islam bisa terhindar dari keyakinan yang merusak akidah.

4. Praktik Positif di Bulan Safar Menurut Sunnah

Meski banyak mitos yang berkembang, Islam justru mendorong umatnya untuk tetap beramal saleh di bulan Safar. Hal ini sebagai bentuk pembuktian bahwa hadis tentang Bulan Safar bukan hanya bersifat larangan terhadap keyakinan batil, tapi juga ajakan untuk mengisi waktu dengan amal kebaikan.

Beberapa sahabat Rasulullah SAW tetap melakukan perjalanan, pernikahan, dan kegiatan lainnya di bulan Safar. Bahkan, beberapa peperangan penting dalam sejarah Islam juga terjadi pada bulan Safar, menunjukkan bahwa tidak ada larangan dalam beraktivitas. Ini menegaskan kebenaran dari hadis tentang Bulan Safar.

Umat Islam dapat mengisi bulan Safar dengan memperbanyak salat sunnah, sedekah, membaca Al-Qur’an, dan memperbaiki diri. Tidak ada ibadah khusus yang disyariatkan untuk bulan ini, namun segala amal saleh yang dilakukan tetap mendapatkan pahala dari Allah. Semua ini sesuai dengan semangat hadis tentang Bulan Safar yang mendorong kita untuk mematahkan mitos dengan tindakan nyata.

Jika umat Islam tetap percaya bahwa bulan Safar adalah bulan sial dan enggan berbuat baik, maka mereka telah menyia-nyiakan kesempatan meraih pahala. Oleh karena itu, hadis tentang Bulan Safar harus dijadikan motivasi untuk beramal, bukan alasan untuk takut dan berhenti berusaha.

Kesadaran ini penting untuk ditanamkan sejak dini, baik melalui pendidikan formal maupun dakwah di masyarakat. Dengan menyampaikan hadis tentang Bulan Safar secara benar, umat akan lebih kritis terhadap tradisi yang bertentangan dengan syariat.

Menjadikan Hadis sebagai Rujukan Utama

Sebagai penutup, penting bagi kita untuk menjadikan hadis tentang Bulan Safar sebagai rujukan utama dalam memahami waktu dan peristiwa. Islam tidak membenarkan keyakinan bahwa bulan tertentu membawa sial, karena semua yang terjadi adalah ketetapan Allah SWT.

Dengan berpegang pada hadis tentang Bulan Safar, kita dapat membentengi diri dari pemahaman yang keliru dan membangun pola pikir yang sesuai dengan akidah Islam. Tidak ada larangan untuk menikah, bepergian, atau memulai usaha di bulan Safar, karena semua bulan adalah sama di hadapan Allah.

Semoga artikel ini bisa menjadi referensi berharga dalam meluruskan pemahaman umat tentang bulan Safar, dan menjadi pengingat bahwa Islam adalah agama yang membebaskan manusia dari segala bentuk tahayul dan syirik kecil.

Dapatkan Update Berita dan Informasi Penyaluran Zakat, Infak, dan Sedekah.

Follow us

Copyright © 2025 BAZNAS

Kebijakan Privasi   |   Syarat & Ketentuan   |   FAQ