Detik-detik Wafatnya Bilal bin Rabah: Kisah Muadzin Pertama yang Menggetarkan Hati

Detik-detik Wafatnya Bilal bin Rabah: Kisah Muadzin Pertama yang Menggetarkan Hati

Detik-detik Wafatnya Bilal bin Rabah: Kisah Muadzin Pertama yang Menggetarkan Hati

07/08/2025 | Humas BAZNAS

Dalam sejarah Islam, nama Bilal bin Rabah begitu harum dikenang sebagai muadzin pertama dalam Islam dan salah satu sahabat terdekat Rasulullah SAW yang memiliki keteguhan iman luar biasa. Ia dikenal dengan suara azannya yang menggugah jiwa, serta ketabahannya dalam menghadapi penyiksaan saat masih berada di bawah perbudakan di Makkah.

Namun, di balik ketegaran itu, ada satu kisah yang sangat mengharukan, yaitu tentang wafatnya Bilal bin Rabah. Momen perpisahannya dengan dunia menyimpan pesan mendalam tentang cinta kepada Rasulullah, kerinduan akan akhirat, dan kerelaan dalam menanti kematian sebagai bentuk perjumpaan dengan sang Kekasih Ilahi.

Artikel ini akan mengulas secara lengkap tentang wafatnya Bilal bin Rabah, mulai dari kisah hidupnya pasca wafatnya Rasulullah, kepergiannya dari Madinah, hingga detik-detik akhir hidupnya yang menggetarkan hati para sahabat dan umat Muslim.

1. Kehidupan Bilal Setelah Wafatnya Rasulullah SAW

Setelah wafatnya Rasulullah SAW, Bilal bin Rabah mengalami duka yang mendalam. Kepergian sang Nabi tidak hanya menggetarkan kota Madinah, tetapi juga meninggalkan luka yang sulit diobati di hati para sahabat. Terutama bagi Bilal, yang setiap harinya mengumandangkan azan untuk Rasulullah, kehilangan ini terasa sangat berat.

Dalam berbagai riwayat, disebutkan bahwa sejak wafatnya Rasulullah, wafatnya Bilal bin Rabah seakan mulai dirintis oleh kesedihan yang ia rasakan. Ia tidak sanggup lagi mengumandangkan azan di Madinah, karena setiap kali mengucapkan “Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah”, ia tidak bisa menahan tangis.

Kesedihan mendalam ini membuat Bilal memutuskan untuk meninggalkan Madinah dan menetap di Syam (sekarang Suriah). Keputusan ini bukan karena lari dari tanggung jawab, tetapi karena kerinduan yang begitu dalam kepada Rasulullah SAW. Banyak ulama menyebut bahwa awal mula wafatnya Bilal bin Rabah diawali oleh kehampaan spiritual yang ia rasakan pasca kehilangan Nabi.

Meskipun berada jauh dari Madinah, Bilal tetap menjalankan kehidupannya dengan ketaatan penuh kepada Allah SWT. Ia turut berjihad dalam beberapa peperangan di wilayah Syam dan terus menyebarkan ajaran Islam. Namun, setiap malam ia selalu berdoa agar Allah mempertemukannya dengan Rasulullah secepat mungkin, yang menjadi tanda kerinduannya akan kematian.

Doa dan kerinduan ini menjadi pengantar menuju wafatnya Bilal bin Rabah, di mana hari-hari akhirnya dilalui dalam keadaan penuh keikhlasan dan cinta yang tulus kepada Rasulullah SAW.

2. Detik-detik Terakhir Wafatnya Bilal bin Rabah

Riwayat mengenai wafatnya Bilal bin Rabah menyebutkan bahwa beliau meninggal di wilayah Damaskus, Syam, pada tahun 20 H, saat usianya sekitar 60-an tahun. Menjelang wafat, Bilal jatuh sakit dan tubuhnya semakin melemah. Namun dalam kelemahannya, lisan dan hatinya tetap penuh dzikir kepada Allah.

Istri Bilal menangis di sampingnya dan mengucapkan, “Wahai suamiku, alangkah sedihnya hari ini.” Namun, Bilal justru tersenyum dan menjawab, “Tidak, ini adalah hari yang membahagiakan. Esok aku akan bertemu Rasulullah dan para sahabat!” Ucapan ini menjadi sorotan banyak ulama ketika membahas wafatnya Bilal bin Rabah, karena mencerminkan kebahagiaan menjelang kematian.

Dalam detik-detik wafatnya Bilal bin Rabah, ia terus memejamkan mata sambil menyebut nama Rasulullah dan mengucapkan kalimat syahadat. Para sahabat yang berada di sekitarnya menyaksikan bagaimana Bilal berpulang dalam keadaan husnul khatimah, dengan wajah berseri-seri dan penuh ketenangan.

Kesyahidan Bilal dalam menghadapi kematian memberikan pelajaran penting bahwa keimanan yang kuat akan membuat seseorang tidak takut mati. Bahkan, wafatnya Bilal bin Rabah menjadi contoh nyata bahwa cinta kepada Rasulullah bisa mengantarkan seseorang menuju akhir yang indah.

Riwayat tentang wafatnya Bilal bin Rabah ini banyak disebut dalam kitab-kitab sejarah Islam klasik seperti Siyar A‘lam al-Nubala’ karya Imam al-Dzahabi dan Tarikh al-Islam. Kepergiannya disambut dengan penghormatan besar oleh kaum Muslimin di Syam.

3. Warisan Spiritual dari Wafatnya Bilal bin Rabah

Wafatnya Bilal bin Rabah bukan hanya menjadi akhir dari kehidupan seorang sahabat Nabi, tetapi juga meninggalkan warisan spiritual yang sangat dalam. Bilal adalah simbol dari keteguhan, keikhlasan, dan loyalitas dalam perjuangan menegakkan Islam.

Salah satu pelajaran penting dari wafatnya Bilal bin Rabah adalah pentingnya mencintai Rasulullah SAW dengan segenap hati. Bilal tidak hanya setia ketika Nabi hidup, tetapi juga tetap teguh dalam cintanya setelah Nabi wafat. Inilah bentuk cinta sejati yang tulus karena Allah.

Warisan lainnya adalah semangat mengumandangkan kebenaran. Meski tidak lagi mengumandangkan azan setelah wafatnya Nabi, Bilal tetap menjadi simbol suara Islam yang menggema di seluruh penjuru dunia. Bahkan, dalam detik-detik wafatnya Bilal bin Rabah, hatinya masih dipenuhi kerinduan untuk bertemu Rasulullah.

Kita sebagai umat Muslim masa kini dapat mengambil inspirasi dari wafatnya Bilal bin Rabah untuk memperkuat kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya. Kita diajak untuk mengisi hidup dengan nilai-nilai keimanan, kejujuran, dan kesabaran sebagaimana Bilal.

Dengan memahami kisah wafatnya Bilal bin Rabah, kita juga diajak untuk mempersiapkan kematian dengan sebaik-baiknya. Bilal menanti kematian dengan rindu dan bahagia, bukan dengan takut dan panik, karena ia tahu apa yang akan ia temui di akhirat.

4. Azan Terakhir yang Menggetarkan Hati

Salah satu kisah yang melekat dalam ingatan umat Islam adalah tentang azan terakhir yang dikumandangkan oleh Bilal. Disebutkan bahwa ketika Bilal mengunjungi Madinah setelah lama tinggal di Syam, ia diminta oleh cucu Rasulullah SAW untuk mengumandangkan azan kembali.

Maka Bilal pun naik ke tempat tinggi dan mulai mengumandangkan azan. Ketika sampai pada lafaz “Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah”, seluruh penduduk Madinah menangis tersedu-sedu karena teringat sosok Rasulullah SAW. Momen ini sering dikaitkan dengan keharuan menjelang wafatnya Bilal bin Rabah.

Suara azan itu menjadi semacam perpisahan terakhir antara Bilal dan Madinah, antara Bilal dan umat Islam. Setelah azan itu, tidak lama kemudian Bilal jatuh sakit dan wafat. Maka tidak berlebihan jika azan tersebut disebut sebagai azan perpisahan seorang kekasih sejati.

Azan terakhir ini menjadi simbol cinta dan keabadian hubungan antara Bilal dan Rasulullah. Dalam setiap lafaznya, Bilal menunjukkan bahwa hatinya masih dipenuhi kerinduan dan cinta yang mendalam. Maka tidak heran jika wafatnya Bilal bin Rabah disambut dengan penuh tangisan dan doa oleh umat Islam.

Pelajaran dari kisah ini adalah bahwa setiap amal yang dilakukan dengan cinta akan meninggalkan jejak mendalam. Seperti Bilal, mari kita hidup dan wafat dalam keadaan mencintai Rasulullah SAW dan mengamalkan sunnah-sunnahnya.

5. Pelajaran Akhir dari Wafatnya Bilal bin Rabah

Akhir dari kisah wafatnya Bilal bin Rabah adalah pengingat kuat bagi umat Islam untuk menata hati dan kehidupan menuju husnul khatimah. Bilal wafat bukan dalam kemewahan, tetapi dalam kesederhanaan dan kekayaan iman.

Dari wafatnya Bilal bin Rabah, kita belajar bahwa keikhlasan dalam berjuang untuk agama Allah akan selalu dikenang oleh generasi setelahnya. Ia bukan nabi, bukan khalifah, bukan panglima perang, tetapi suaranya menggema abadi dalam hati umat Islam.

Keteladanan Bilal mengajarkan kita untuk tidak mengejar dunia, tetapi mengejar ridha Allah dan Rasul-Nya. Dengan hidup sederhana, iman yang teguh, dan amal yang tulus, wafatnya Bilal bin Rabah menjadi kisah agung yang menggetarkan jiwa.

Sebagai penutup, mari kita jadikan wafatnya Bilal bin Rabah sebagai motivasi untuk memperbaiki hubungan kita dengan Allah SWT dan meningkatkan cinta kepada Rasulullah SAW. Semoga kita bisa menutup hidup seperti Bilal—dengan senyuman dan penuh rindu akan pertemuan di akhirat.

Dapatkan Update Berita dan Informasi Penyaluran Zakat, Infak, dan Sedekah.

Follow us

Copyright © 2025 BAZNAS

Kebijakan Privasi   |   Syarat & Ketentuan   |   FAQ